Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio CAR di Bawah 20 Persen, Bank Disarankan Tambah Modal

Chief Economist Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan kemampuan modal bank mulai terlihat tertekan selama masa pandemi Covid-19.
Ilustrasi bank/Istimewa
Ilustrasi bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Kemampuan modal perbankan, yang tercermin dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR), mulai mengalami tren penurunan sejak awal 2020.

Chief Economist Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan kemampuan modal bank mulai terlihat tertekan selama masa pandemi Covid-19.

Per Desember 2019, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) CAR bank umum konvensional (BUK) tercatat berada pada level 23,40 persen. Sementara per Maret 2020, CAR bank umum menurun ke level 21,67 persen.

Namun, pada April 2020, CAR bank umum kembali meningkat ke level 22,13 persen. Penurunan rasio kecukupan modal tersebut menurut Ryan harus menjadi perhatian perbankan.

Oleh karena itu, dia berpendapat bank harus mulai melakukan capital planning atau penguatan modal.

"Bagi bank yang CAR-nya masih di atas 20 persen masih aman, yang sudah di bawah 20 persen harus berpikir bagaimana memperkuat CAR, karena CAR ini ibarat absorbsi risiko," katanya, Kamis (4/6/2020).

Ryan mengatakan selain modal yang mulai tergerus, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) juga akan terpukul karena restrukturisasi kredit.

Pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) bank pun diprediksi akan jauh berkurang. Sementara, di sisi lain bank harus tetap mengeluarkan biaya bunga yang saat ini relatif stabil. Alhasil, laba bersih perbankan pun menjadi tertekan.

"Perlu jadi catatan, NIM tertekan hampir pasti laba bersih akan tertekan karena sebagian besar pendapatan bank berasal dari pendapatan bunga kredit," katanya.

Belum lagi, tutur Ryan, bank juga akan mengalami kenaikan kredit bermasalah. Menurutnya, bank harus mencermati kredit yang sudah menjadi NPL sebelum adanya pandemi dan relaksi restrukturisasi dari otoritas.

"Memang ada kelonggaran POJK 11/2020 yang membuat NPL bisa ditahan. Tapi, NPL yang terjadi sebelum Covid-19 masuk ke Indonesia dan di luar skema POJK 11/2020, harus tetap bisa diperhitungkan," katanya.

Dia memprediksi, dengan situasi yang pebuh ketidakpastian, NPL sebelum dan sesudah adanya pandemi Covid-19 pun akan semakin meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper