Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Regulasi Terlalu Ketat, Bank Kecil Dinilai Sulit Akses Dana dari Bank Jangkar

Dengan kondisi tersebut, kecil kemungkinan program mudah diakses bank yang memerlukan bantuan likuiditas setelah melakukan restrukturisasi.
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Terbitnya aturan pelaksana program penempatan dana pemerintah tidak lantas memberikan titik cerah bagi industri perbankan. Pasalnya, hingga saat ini belum diketahui calon bank peserta yang akan menyalurkan bantuan tersebut.

Apalagi, regulasi program penempatan dana dinilai terlalu ketat. Dengan kondisi tersebut, kecil kemungkinan program mudah diakses bank yang memerlukan bantuan likuiditas setelah melakukan restrukturisasi.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan aturan mekanisme penyaluran dana bantuan dari pemerintah melalui bank jangkar begitu ketat. Dengan kondisi tersebut ada kemungkinan bantuan likuiditas ini tidak banyak dimanfaatkan oleh bank-bank kecil yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan.

Piter menyebut salah satu ketentuan bahkan mensyaratkan bank yang bisa mengajukan proposal bantuan likuiditas adalah bank yang sehat atau sangat sehat. Persyaratan ini bisa jadi sulit atau bahkan sangat sulit dipenuhi oleh bank yang mengalami kesulitan likuiditas.

Padahal, dia menilai, apabila bank dalam kondisi sehat hingga sangat sehat, besar kemungkinan bank tersebut tidak memerlukan likuiditas.

“Kalau banyak bank sehat dan sangat sehat yang bisa mengajukan proposal bantuan, lalu ke mana bank yang kurang sehat bisa meminta bantuan? Padahal mereka yang sesungguhnya membutuhkan bantuan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/6/2020).

Menurutnya, soal bank yang kemungkinan mengisi posisi menjadi bank peserta adalah bank umum kelompok usaha (BUKU) IV, khususnya bank BUMN.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja enggan mengkritisi aturan pemerintah tersebut. Pasalnya, hingga saat ini, program tersebut belum dilaksanakan.

Bahkan, dampak ke depan program tersebut terhadap peningkatan restrukturisasi juga belum dapat dipastikan. Jahja menilai masing-masing bank memiliki kondisi berbeda-beda sehingga dampaknya jika mendapatkan bantuan penempatan dana juga tidak bisa disama ratakan.

“Kita lihat dulu pelaksanaannya bagaimana, masa sudah langsung dikritisi tidak boleh gitu dong,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/6/2020).

Terpisah, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengaku telah membaca aturan tersebut dan siap mendukung program penempatan dana pemerintah melalui mekanisme bank jangkar atau bank peserta. Hanya saja, hingga saat ini belum ada informasi keikutsertaan Bank Mandiri dalam menjadi bank peserta.

“Setahu saya, kami belum diinformasikan apakah Bank Mandiri akan ditunjuk sebagai salah satu bank peserta,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/6/2020).

Meskipun demikian, dia menilai adanya special purpose vehicle akan cukup membantu bank peserta dalam menyalurkan bantuan penempatan dana ke bank pelaksana. Nantinya, special purpose vehicle akan menjadi institusi yang memperbaharui data pada bank peserta termasuk melakukan summary.

Menurutnya, Kementerian Keuangan dan OJK akan menunjuk bank yang layak sebagai bank peserta untuk dapat melakukan permohonan bantuan dana karena bank pelaksana melakukan restrukturisasi. Adanya kewajiban restrukturisasi telah membuatarus kas bank menjadi terganggu.

“Kita siap mendukung program bank peserta dan bank pelaksana,” katanya.

Sebelumnya, pada minggu lalu, Direktur Utama Bank BRI Sunarso mengatakan kebijakan penempatan dana tersebut tentunya disusun oleh orang berkompeten yang bertujuan untuk menyelamatkan perekonomian. Hanya saja, perlu ada panduan yang jelas agar bantuan tersebut tidak berisiko bagi bank peserta.

Sebagai bank dengan aset terbesar, BRI memiliki peluang untuk menjadi bank jangkar. Sementara bank pelaksana yang akan membutuhkan bantuan likuiditas dinilai berada dalam kondisi kurang sehat.

“Bank yang akan dibantu pasti kurang sehat, kalau sehat ngapain minta bantuan. Pertanyaannya sekarang kurang sehat karena Covid atau sebelum Covid,” katanya.  

Menurutnya, program penempatan dana pemerintah melalui bank jangkar tentu memiliki risiko. Panduan harus diterapkan agar bank jangkar yang semula sehat tidak menjadi sakit karena menyalurkan bantuan likuiditas.

“Maka bank sehat yang bantu tidak sehat harus pakai APD yaitu klausul-klausul, pasal-pasal di kebijakan itu untuk melindungi bank sehat supaya tidak ketularan virus,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper