Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kewenangan LPS Selamatkan Bank Sakit Dinilai Menyalahi UU, Bisa Digugat di MA

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah No.33/2020 yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam penanganan masalah stabilitas sistem keuangan.
Karyawan membersihkan logo baru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./ANTARA-Audy Alwi
Karyawan membersihkan logo baru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./ANTARA-Audy Alwi

Bisnis.com, JAKARTA - Para pihak yang menilai PP Nomor 30 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penanganan masalah stabilitas sistem keuangan bertentangan dengan UU, bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung.

Pengamat hukum tata negara Alungsyah mengatakan bahwa pada prinsipnya PP itu menjalankan perintah dari UU. Kalaupun semisal dalam PP tersebut membuat norma baru yang disinyalir berbeda dari isi UU, maka itu dalam ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-undangan,  hal itu dimungkinkan, tetapi dia nilai hal itu hampir tidak pernah ditemui.

"Tipis kemungkinannya. Yang dimaksud dengan menjalankan UU sebagaimana mestinya adalah penetapan PP untuk melaksanakan perintah UU sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan," urainya, Jumat (10/7/2020).

Menurutnya, secara logika, UU merepresentasikan kedaulatan rakyat sehingga PP yang merupakan perangkat turunan dari UU tidak mengatur hal yang berbeda dari materi UU.

Karena itu, dia menyarankan jika ada pihak yang menilai PP No.33 Tahun 2020 menyalahi UU No.2 Tahun 2020, maka bisa mengajukan uji materi ke MA.

Secara pribadi, dia menilai hal-hal yang diatur dalam PP 33 tentang kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melaksanakan langkah-langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, semestinya diatur dalam UU di atas PP tersebut sehingga memberikan kejelasan dan tidak menimbulkan polemik.

Sebelumnya, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan merujuk Perpu 1/2020 yang sudah diundangkan menjadi UU No.2/2020, menyebutkan LPS baru berperan ketika bank mengalami kesulitan solvabilitas. Sementara dalam PP 33/2020, berisi tentang penempatan dana LPS untuk membantu likuiditas bank.

Menurutnya, PP 33/2020 tersebut tidak tepat, karena urusan likuiditas bukan merupakan tugas LPS maupun pemerintah. Beleid ini pun dinilai sama saja dengan penempatan dana pemerintah di perbankan untuk membantu likuiditas yang berujung pada mendorong penyaluran kredit bank.

"Penyelamatan bank tetap ada di OJK, tugas mengatur mengawasi dan menjaga kesehatan bank ada di OJK. Kalau sudah mau likuidasi serahkan ke LPS, tapi urusan likuiditas ada di BI," katanya

Adapun, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah No.33/2020 yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam penanganan masalah stabilitas sistem keuangan.

Beleid tersebut diundangkan pada 7 Juli 2020. Melalui PP anyar ini, LPS dapat melakukan penempatan dana ke bank selama pemulihan ekonomi setelah terdampak Covid-19. Selain itu, LPS juga diberikan kewenangan tambahan berupa penyelamatan bank sakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper