Bisnis.com, JAKARTA – Kala pandemi Covid-19 terjadi, rupanya bukan hanya virus corona saja yang menyebar luas dengan cepat. ‘Virus’ dalam bentuk lain pun turut berkembang pesat di tengah masyarakat Tanah Air.
‘Virus’ tersebut adalah perusahaan teknologi finansial atau financial technology peer-to-peer lending (fintech P2P lending) dan entitas investasi berstatus ilegal. Memanfaatkan tekanan ekonomi yang melanda masyarakat akibat mewabahnya virus Covid-19, para pelaku fintech ilegal tampak leluasa dalam mencari mangsa.
Hal itu tercermin dari data yang diperoleh Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Per 13 Juli 2020, jumlah fintech P2P lending ilegal yang telah ditertibkan OJK selama Januari-Juli 2020 mencapai 694 perusahaan.
Jumlah fintech P2P lending ilegal tersebut hampir separuh dari total temuan dan penertiban yang dilakukan oleh OJK sepanjang 2019 yang mencapai 1.439 perusahaan.
Berdasarkan laporan dan perincian OJK, temuan fintech P2P lending ilegal meningkat pesat ketika pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia. Hal itu tercermin dari laporan penertiban sepanjang Maret-Juli 2020 yang mencapai 574 perusahaan.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, pesatnya pertumbuhan fintech P2P lending ilegal tak lepas dari tekanan ekonomi yang dialami sebagian besar masyarakat. Melalui iming-iming proses pengajuan dan syarat pinjaman yang mudah, perusahaan fintech ilegal dengan mudah mengakses kebutuhan masyarakat.