Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada! Fintech Lending Ilegal Dinilai Hambat Aktivitas Perekonomian

Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya Adrian Gunadi menilai bahwa UMKM menjadi salah satu segmen yang menghadapi tantangan besar untuk bertahan di era pandemi virus corona. Ketidakpastian ekonomi akibat pandemi membuat bisnis skala kecil harus mempertahankan nafasnya dengan baik.
Profil bisnis teknologi finansial di Indonesia./Bisnis-Radityo Eko
Profil bisnis teknologi finansial di Indonesia./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA — Menjamurnya entitas fintech peer-to-peer atau P2P lending ilegal dinilai dapat menghambat pertumbuhan usaha menengah, kecil, dan mikro atau UMKM. Hal tersebut perlu menjadi perhatian agar aktivitas ekonomi di masyarakat tidak menemui kendala.

Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya Adrian Gunadi yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) menilai bahwa UMKM menjadi salah satu segmen yang menghadapi tantangan besar untuk bertahan di era pandemi virus corona. Ketidakpastian ekonomi akibat pandemi membuat bisnis skala kecil harus mempertahankan nafasnya dengan baik.

Dia menilai bahwa kondisi tersebut membuat UMKM membutuhkan pendanaan, baik untuk kembali bangkit dari perlambatan bisnis, maupun untuk mengembangkan bisnisnya. Entitas teknologi finansial (tekfin atau fintech) P2P lending pun menjadi salah satu tempat para UMKM untuk mencari sumber dana.

Sayangnya, menurut Adrian, seiring dengan meningkatnya urgensi para pelaku bisnis untuk memperoleh dana, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa terjadi peningkatan jumlah entitas fintech P2P lending ilegal. Entitas itu menjamur, memanfaatkan keadaan saat ini demi keuntungan pribadi.

Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali melaporkan bahwa terdapat sekitar 589 fintech P2P lending yang beroperasi tanpa izin dalam kurun Januari 2020 hingga Juni 2020. Temuan itu menambah daftar entitas fintech ilegal yang diciduk SWI sejak 2018 hingga saat ini menjadi 2.591 entitas.

"Keberadaan perusahaan fintech lending ilegal tentu menghambat pertumbuhan UMKM-UMKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara,” ujar Adrian pada Jumat (17/7/2020).

SWI pun mencatat bahwa kerugian masyarakat yang disebabkan oleh investasi dan pendanaan ilegal, yang di dalamnya termasuk fintech P2P lending ilegal mencapai Rp92 triliun sepanjang 10 tahun terakhir.

Menurut Adrian, meskipun permasalahan fintech P2P lending ilegal bukan merupakan hal baru di Indonesia, peningkatan jumlahnya selama pandemi COVID-19 masih mengkhawatirkan dan berpotensi merugikan para pelaku bisnis yang sedang kesulitan mempertahankan usahanya.

“Bisnis berperan penting dalam perekonomian negara, mereka menggerakkan roda perekonomian. Di Indonesia, UMKM memiliki peran yang sangat besar, di mana mereka menyerap tenaga kerja dan berkontribusi dalam menumbuhkan perekonomian negara melalui produksi berbagai barang dan jasa, serta inovasi bagi masyarakat," ujarnya.

Adrian menilai bahwa masyarakat harus menghindari pinjaman dari entitas fintech P2P lending ilegal. Masyarakat dapat terlebih dahulu memastikan legalitas dari perusahaan fintech yang akan menjadi sumber pendanaan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan yakni dengan mengecek status perusahaan tersebut di situs OJK dan AFPI. Selain itu, perusahaan yang legal pun tidak akan memberikan persetujuan pinjaman dengan cuma-cuma dan akan memberikan skema bunga pinjaman yang jelas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper