Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tunggu Kredit Pulih, Penempatan Dana Bank di Surat Berharga Melonjak

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penempatan dana pada surat berharga bank umum pada April 2020 mencapai Rp1.115 triliun, naik 8,15 persen secara tahunan.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan dalam negeri mengambil langkah menempatkan dananya ke surat berharga di tengah pelemahan permintaan kredit akibat pandemi virus corona.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penempatan dana pada surat berharga bank umum pada April 2020 mencapai Rp1.115 triliun, naik 8,15 persen dari periode sama tahun lalu Rp1.031 triliun. Posisi ini pun tertinggi dalam sejarah perbankan Tanah Air.

Dalam perkembangan lain, data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan pun menunjukkan tren serupa.

Kepemilikan SBN yang diperdagangkan di pasar sekunder oleh perbankan tercatat senilai Rp1.001 triliun per akhir Juli 2020, melonjak 72,18 persen dari posisi awal tahun.

Kepemilikan SBN yang Bisa Diperdagangkan di Pasar Sekunder oleh Bank (dalam Rp Triliun)

Sumber: DJPPR, Kementerian Keuangan

Pertumbuhan tertinggi terutama pada bank konvensional. Selain itu, bank juga sekarang menjadi pemilik terbesar SBN, mengalahkan investor asing (nonresiden) yang semula paling tinggi. (lihat grafik porsi kepemilikan SBN)

Presiden Direktur PT Bank Panin Tbk. Herwidayatmo mengatakan pelaku industri perbankan saat ini tengah menunggu perbaikan kinerja dan permintaan kredit dari pelaku industri riil.

Semua bank, termasuk Bank Panin, tentu lebih memilih menyalurkan kredit ketimbang penempatan pada surat berharga. Hanya saja, ekosistem ekonomi yang belum kondusif karena pandemi virus corona sehingga instrumen surat berharga menjadi pilihan dalam menjaga tingkat margin wajar perbankan.

"Kami sambil menunggu situasi membaik, serta untuk menjaga kelangsungan usaha bank, tentunya bank harus menempatkan dana pihak ketiga ke tempat yang memberikan hasil dengan tingkat risiko yang rendah," katanya.

Porsi Kepemilikan SBN

Berdasarkan laporan individual Mei 2020, total surat berharga Bank Panin tercatat Rp25,63 triliun, naik dari posisi awal tahun yang tercatat Rp14,42 triliun.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan penempatan surat berharga merupakan strategi pemanfaatan dana di tengah situasi pandemi Covid-19 dan dalam kondisi kredit yang melemah.

"Penempatan dana di instrumen surat berharga ini bersifat sementara di mana saat kondisi membaik, dana tersebut akan digunakan kembali untuk penyaluran kredit," katanya.

Di luar itu, pada saat bersamaan BCA juga masih akan memenuhi kebutuhan kredit sesuai dengan prinsip kehati-hatian. BCA pun berkomitmen untuk berkontribusi bagi roda perekonomian nasional.

Berdasarkan laporan publikasinya, surat berharganya pada semester pertama tahun ini tercatat Rp201 triliun, naik dari awal tahun ini Rp153 triliun.

Pgs Direktur Utama sekaligus Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. Ferdian Satyagraha mengatakan potensi peningkatan penempatan surat berharga pelaku industri perbankan saat ini masih akan sangat terbuka, terlebih dengan tren pelonggaran likuiditas.

Namun, dia masih berharap pertumbuhan kredit akan lebih baik pada akhir tahun sehingga penempatan pada surat berharga dapat beralih ke kredit.

"Setidaknya dengan pemberlakuaan new normal dan berbagai stimulus yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia mungkin akan mendongkrak sektor riil dalam penyerapan pinjaman dan bisa mungkin komposisi surat berharganya akan sedikit menurun," katanya

Berdasarkan laporan individual Mei 2020, total surat berharga Bank jatim tercatat Rp10,14 triliun, naik dari posisi awal tahun yang tercatat Rp9,55 triliun.

Ekonom Core Piter Abdullah mengatakan ada dua fenomena di balik meningkatnya kepemilikan surat utang oleh bank. Pertama, permintaan kredit dari dunia usaha lesu akibat pandemi Covid-19, yang tercermin dari penyaluran kredit perbankan yang turun.

Di sisi lain, dana pihak ketiga naik karena masyarakat menahan konsumsi, khususnya barang-barang sekunder dan tersier. Kenaikan dana pihak ketiga terutama berasal dari tabungan, terutama simpanan di atas Rp100 juta.

Kedua, bank harus mengolah kelebihan likuiditasnya untuk mendapatkan sumber penerimaan. Apalagi biaya dana naik, sementara penerimaan dari bunga kredit turun.

"Jadi bank harus memutar otak untuk mendapatkan sumber penerimaan di tengah kondisi seperti ini. Sementara ada supply dari surat berharga karena pemerintah membutuhkan pembiayaan untuk stimulus. Ini kenapa penempatan dana bank di surat berharga meningkat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper