Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketidakpastian Membayangi, Kondisi Industri Pembiayaan 2021 Sulit Diprediksi

Industri pembiayaan belum pernah menghadapi kondisi force majuere seperti pandemi Covid-19 sebelumnya.
Ilustrasi leasing kendaraan bermotor/www.raceworld.tv
Ilustrasi leasing kendaraan bermotor/www.raceworld.tv

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menilai bahwa sulit untuk memproyeksikan kondisi industri pembiayaan pada tahun depan seiring besarnya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menanggapi wacana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan perpanjangan masa restrukturisasi kredit bagi perusahaan pembiayaan dan perbankan. Restrukturisasi itu bertujuan untuk menjaga kualitas bisnis lembaga jasa keuangan.

Suwandi menyatakan bahwa pihaknya belum mendapatkan penjelasan dari OJK terkait wacana perpanjangan restrukturisasi kredit. Meskipun begitu, industri akan selalu mengikuti ketentuan otoritas terkait kebijakan restrukturisasi tersebut.

"Kami tetap walaupun [relaksasi kredit] itu diperpanjang, secara aturan itu dikembalikan kepada kami [perusahaan pembiayaan], akan melakukan restrukturisasi atau tidak karena tergantung kondisi masing-masing perusahaan. Saya sulit juga untuk mengomentari," ujar Suwandi kepada Bisnis, Selasa (4/8/2020).

Namun demikian, menurutnya, sulit untuk memperkirakan kondisi industri pembiayaan pada tahun depan saat masa restrukturisasi berakhir. Industri belum pernah menghadapi kondisi force majuere seperti pandemi Covid-19, sehingga tidak bisa memproyeksikan kondisi restrukturisasi kredit.

Kondisi itu membuat industri pembiayaan belum bisa mengambil sikap yang tegas pada saat ini terkait perpanjangan restrukturisasi. Kondisi debitur pun masih mungkin mengalami perubahan, baik pada akhir tahun maupun tahun depan.

Suwandi menyatakan bahwa industri akan terus mempertahankan kinerja di tengah guncangan pandemi virus corona. Selain itu, perusahaan-perusahaan pembiayaan pun berkomitmen untuk selalu membantu debitur yang memiliki itikad baik dalam membayar cicilan melalui restrukturisasi kredit.

"Semua kondisi dan kebijakan ini dampak dari Covid-19, semua sulit. Sulit juga kami melihat ke depannya," ujar Suwandi.

Restrukturisasi kredit diatur dalam Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Relaksasi itu diberlakukan hingga 31 Maret 2020.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan pihaknya sedang mempertimbangkan perpanjangan relaksasi kredit jika masih terdapat debitur yang kesulitan untuk membayar cicilannya. Meskipun begitu, OJK berharap dampak pandemi segera mereda.

"Kami memberikan ruang perpanjangan POJK 11/2020 ini dimungkinkan. Akan kami lihat sebelum akhir tahun, berapa sebenarnya [debitur] yang bisa bangkit dan betul-betul bisa bangkit," ujar Wimboh pada Selasa (4/8/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper