Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembiayaan Bermasalah Multifinance Capai Rekor, OJK Berikan Diskresi Pengawasan

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menjelaskan, pandemi Covid-19 menyebabkan industri pembiayaan mengalami tekanan besar, yang terlihat dari melonjaknya tingkat NPF meskipun sudah terdapat relaksasi kredit.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan diskresi pengawasan bagi perusahaan pembiayaan yang mencatatkan tingkat non-performing financing atau NPF di atas 5 persen karena kondisi perekonomian yang sedang mengalami tekanan.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menjelaskan, pandemi Covid-19 menyebabkan industri pembiayaan mengalami tekanan besar. Hal tersebut terlihat dari melonjaknya tingkat NPF meskipun sudah terdapat relaksasi kredit.

OJK mencatat bahwa NPF industri multifinance pada kuartal II/2020 mecapai 5,17 persen. Angka tersebut menjadi catatan terbesar dalam lima tahun terakhir, yakni catatan tertinggi sebelumnya terjadi pada Mei 2017 yang berada di angka 3,45 persen.

Menurut Bambang, kondisi tersebut membuat otoritas akan memberlakukan diskresi bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan berdasarkan kinerjanya masing-masing. Namun, OJK tetap akan memberikan penindakan kepada perusahaan yang sudah mengalami kendala sebelum masa pandemi.

"Kami akan lihat case by case. Kalau sebelum Covid-19 [NPF-nya] sudah di atas 5 persen, enforcement berjalan, kalau sebelum Covid-19 di bawah 5 persen lalu menjadi di atas itu, ada diskresi pengawasan," ujar Bambang kepada Bisnis, Selasa (18/8/2020).

Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) 35/2018 tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan, perusahaan multifinance diwajibkan menjaga NPF di bawah 5 persen. Catatan NPF industri yang berada di atas 5 persen menunjukkan bahwa terdapat sejumlah perusahaan yang sudah melebihi batas maksimal dari otoritas.

Rasio NPF merupakan proporsi kualitas aset piutang pembiayaan kategori macet dan diragukan terhadap total piutang pembiayaan. Adapun, kualitas kredit sendiri dibagi menjadi lima kategori, yakni lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet.

Menurut Bambang, kenaikan NPF terjadi karena jumlah penyaluran pembiayaan terus mengalami penurunan semenjak masa pandemi Covid-19. Volume penyaluran pembiayaan yang menjadi pembagi dalam perhitungan NPF membuat hasil akhirnya pun meningkat.

Dia menyatakan bahwa saat ini industri pembiayaan menghadapi masalah dalam menggerakkan penjualan piutang meskipun dalam jumlah minimum. Industri pun dituntut untuk selalu menjaga arus kas seiring besarnya jumlah restrukturisasi yang diberikan kepada debitur.

"Tantangan terjadi salah satunya karena penjualan otomotif roda dua dan roda empat, sebagai mesin utama pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan, menurun tajam dan sektor produksinya pun menurunkan kapasitasnya," ujar Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper