Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaga-Jaga Pemburukan Kredit, Bank Terus Pupuk Pencadangan

Walaupun POJK No.11/2020 memperbolehkan tidak membentuk pencadangan, perbankan tetap mengalokasikan pencadangan supaya tidak terlalu berat di masa mendatang.
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Perbankan memproyeksi pembentukan biaya pencadangan pada kuartal III/2020 akan berlanjut sebagai upaya berjaga-jaga terhadap pemburukan kualitas kredit yang mendapatkan restrukturisasi.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. mencatat pembentukan biaya CKPN pada semester I/2020 senilai Rp52,2 triliun atau 6,9 persen dari total portofolio kredit. Secara kuartalan, CKPN hanya meningkat 1,25 persen pada Juni 2020, sedangkan secara tahunan tumbuhnya cukup signifikan yakni mencapai 80,06 persen.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan pada kuartal III/2020 saldo CKPN kredit diproyeksikan mengalami peningkatan menjadi Rp56,6 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 8,5 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (quartal to quartal/QTQ) atau naik 83 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year/YoY).

Kenaikan secara kuartalan banyak dipengaruhi pemburukan kualitas kredit dan tambahan CKPN atas kredit yang terdampak pandemi Covid-19, sedangkan kenaikan YoY sangat dipengaruhi implementasi PSAK 71.

Sebagai informasi tambahan, Bank Mandiri telah mengimplementasikan PSAK 71 sejak 1 Januari 2020 dan membukukan dampak penerapan awal PSAK 71 peningkatan nominal CKPN senilai Rp24,45 triliun seluruh aset keuangan bank atau naik sebesar 82 persen dibandingkan dengan nominal CKPN berdasarkan PSAK 55 per Desember 2019.

"Dampak penerapan tersebut dicatat sebagai penyesuaian retained earning 1 Januari 2020," katanya kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).

Menurutnya, perseroan memang bersikap konservatif dengan tetap membentuk biaya pencadangan meskipun POJK 11/2020 memungkinkan bank tidak membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk debitur yang telah direstrukturisasi.

"Kami sudah cadangkan sesuai PSAK 71 sejak awal tahun, sedangkan debitur yang kami restrukturisasi adalah debitur sehat yang terdampak pandemi. POJK 11 membolehkan bank tidak tambah CKPN, tetapi kami bersikap konservatif," katanya.

Siddik menerangkan BMRI telah melakukan modelling dengan membagi debitur yang mendapatkan restrukturisasi ke dalam tiga segmen. Pertama, low risk yakni debitur restrukturisasi yang bisa bangkit setelah kebijakan tersebut berakhir pada Maret 2021. Porsi debitur ini mencapai 60 persen dari total yang direstrukturisasi.

Kedua, medium risk yakni debitur restrukturisasi yang memerlukan bantuan lagi dalam bentuk perpanjangan kebijakan pasca Maret 2021. Porsinya mencapai 30 persen dari total yang direstrukturisasi.

Ketiga, high risk yakni debutur restrukturisasi yang kemungkiann besar tidak bisa bangkit kembali dan akan menjadi kredit bermasalah setelah POJK 11 berakhir. Porsinya mencapai 10 persen dari total yang diresktrukturisasi.

"Dari 40 persen debitur restrukturisasi sudah mulai kami cadangkan bertahap sampai Maret tahun depan, sehingga kalau Maret tahun depan debitur downgrade ke NPL, kami sudah punya kredit provisi sehingga tidak akan berdampak signifikan," sebutnya.

PT Bank Central Asia Tbk. membentuk biaya pencadangan senilai Rp6,5 triliun pada semester I/2020 atau naik 167,3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. CKPN meningkat signifikan pada kuartal II/2020 dengan jumlah Rp5,6 triliun.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan peningkatan CKPN perseroan sejalan dengan potensi penurunan kualitas kredit.

Dengan estimasi restrukturisasi yang masih berlanjut hingga akhir tahun ini, perseroan pada semester kedua ini masih akan mempersiapkan CKPN yang cukup untuk berjaga-jaga.

Per 30 Juni 2020, total kredit yang telah selesai direstrukturisasi tercatat senilai Rp69,3 triliun atau 12 persen dari total portofolio kredit.

Walaupun terdapat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/2020 mengenai restrukturisasi yang memperbolehkan bank tidak membentuk pencadangan, BCA berencana untuk tetap mengalokasikan pencadangan supaya tidak terlalu berat di masa mendatang.

"Namun demikian, hingga saat ini kami masih belum bisa memprediksi jumlahnya," katannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper