Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Merger Bank Syariah Milik BUMN, Begini Tanggapan OJK

OJK menyatakan saat ini belum ada entitas keuangan syariah yang memiliki skala cukup besar dan bisa berkompetisi kuat.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN tengah fokus pada penggabungan anak-anak usaha bank syariah milik badan usaha milik negara (BUMN) menjadi entitas yang lebih kuat dan dapat menjadi market leader.

Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan jumlah industri keuangan syariah sudah banyak. Meski begitu, belum ada entitas yang memiliki skala cukup besar dan bisa berkompetisi kuat.

Terutama di industri perbankan, saat ini belum ada bank syariah yang masuk kelompok BUKU IV. Demikian pula, industri keuangan nonbank.

Untuk itu, lanjutnya, OJK menyambut baik rencana merger bank syariah menjadi lembaga keuangan syariah yang lebih besar. Sehingga setelah merger, bank syariah memiliki aset yang sama dengan kelompok BUKU 4.

"Kami menyambut baik rencana yang dilakukan oleh Menteri BUMN untuk membentuk sinergitas yang lebih besar lagi, sehingga akan menjadi bank syariah yang levelnya sama dengan buku 4," katanya dalam webinar Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah, Senin (21/9/2020).

Wimboh mengatakan OJK memiliki komitmen tinggi untuk mengembangkan keuangan syariah berdaya saing tinggi dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat luas.

Ada beberapa hal yang akan menjadi fokus OJK dalam arah pengembangan keuangan syariah ke depan. Selain penguatan kapasitas industri keuangan syariah, dalam pengembangan keuangan syariah perlu ada sinergi integrasi antara sektor riil, keuangan komersial, dan keuangan sosial.

Sektor tersebut dapat tumbuh bersama-sama dengan melibatkan secara aktif berbagai para pemangku kepentingan. Sinergi dilakukan antara pelaku industri halal, islamic social finance, dan organisasi kemasyarakatan berbasis agama, dan otoritas, institusi, maupun asosiasi.

Ketiga, membangun demand terhadap produk keuangan syariah. Menurutnya, akan sulit membangun lebih cepat keuangan syariah nasional, jika permintaannya tidak diciptakan.

Meskipun Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia, tingkat literasi keuangan syariah masih rendah yakni 8,11 persen dan tingkat inklusi keuangan syariah hanya 9,10 persen, sangat rendah dibandingkan dengan konvensional.

Untuk itu, program peningkatan literasi dan perluasan akses keuangan syariah harus terus dan semakin diintensifkan. Dengan sosialisasi dan edukasi yang masif, diharapkan masyarakat akan lebih mengenal dan akan timbul keinginan untuk menggunakan produk dan layanan keuangan syariah.

Keempat, adaptasi digital yang lebih masif dalam ekonomi dan keuangan syariah. Pandemi telah mempercepat proses digitalisasi di dalam ekosistem ekonomi syariah dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin go-digital di era new normal ini.

Teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk membuka akses keuangan ke daerah-daerah yang belum terjangkau. "Saat ini kami sudah mulai mendigitalisasi lembaga keuangan mikro. Digitalisasi ini tidak hanya di sisi akses keuangannya saja tapi dari hulu ke hilir sampai dengan digitalisasi proses bisnis UMKM-nya hingga pemasaran melalui e-commerce," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper