Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbarindo: BPR dan UMKM Menunggu Perpanjangan Restrukturisasi Kredit

Realisasi jumlah debitur mencapai 331.000 debitur, terdiri dari 275.000 debitur UMKM dan 56.000 debitur non-UMKM. Adapun nominal restrukturisasi kredit sudah sebesar Rp16,83 triliun, terdiri dari Rp11,77 triliun UMKM dan Rp5,06 triliun non-UMKM.
Perbarindo/ilustrasi
Perbarindo/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mengatakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit dalam POJK 11/2020 sangat dinanti-nantikan oleh industri. Selain sebagai stimulus kepada bank perkreditan rakyat (BPR), juga untuk menjaga ketahanan UMKM di tengah pandemi.

Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto menyampaikan adanya POJK 11/2020 sangat membantu BPR untuk melakukan restrukturisasi terhadap nasabah yang terdampak Covid-19. Sampai dengan 25 Agustus 2020, sebanyak 1.282 BPR telah melakukan restrukturisasi kredit akibat Covid-19.

Realisasi jumlah debitur mencapai 331.000 debitur, terdiri dari 275.000 debitur UMKM dan 56.000 debitur non-UMKM. Adapun nominal restrukturisasi kredit sudah sebesar Rp16,83 triliun, terdiri dari Rp11,77 triliun UMKM dan Rp5,06 triliun non-UMKM.

Perbarindo memperkirakan tingkat keberhasilan restrukturisasi belum akan sesuai dengan yang diharapkan. Tingkat keberhasilan restrukturisasi kredit diproyeksi hanya sekitar 50%.

Artinya UMKM yang dapat memenuhi kewajibannya pasca restrukturisasi hanya 50%. Dengan demikian, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) dan likuiditas menjadi tantangan besar bagi BPR.

"Dengan adanya POJK 11/2020, sementara waktu sangat bisa membantu BPR. Ini tentunya yang kita harapkan ada evaluasi yang memungkinkan relaksasi bisa diperpanjang untuk memberikan stimulus kepada industri. Ini supaya ketahanan UMKM bisa terjaga dengan baik sampai dengan Covid-19 selesai," katanya, Kamis (1/10/2020).

Joko memaparkan pandemi memberikan tekanan terhadap industri BPR maupun BPRS. Pertumbuhan kredit mengalami perlambatan karena kebutuhan kredit menurun seiring dengan usaha yang mengalami kontraksi.

Risiko kredit yang meningkat membuat BPR lebih selektif dalam memberikan kredit. Di samping itu, BPR menjaga likuiditas yang kondisinya terbatas. "Penangguhan pembayaran kewajiban debitur akan memengaruhi likuiditas. Selain itu, DPK berupa tabungan dan deposito juga tertekan karena Covid," katanya.

Per Juli 2020, kredit BPR hanya tumbuh 1,62% secara year to date (ytd) dan 4,97% secara year on year (yoy). Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) dari jenis tabungan mengalami penurunan 4,53% secara ytd dan 1,43% secara yoy. Penurunan simpanan tabungan terutama terjadi pada kuartal II/2020, tetapi mulai melandai pada kuartal III/2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper