Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK: Pemasaran Asuransi Digital Harus Cermat

Risiko pemasaran muncul sejalan dengan berkembangnya pemasaran produk asuransi melalui kanal digital.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi dinilai harus belajar dari berbagai kasus yang terjadi beberapa waktu terakhir. Industri pun harus melakukan berbagai upaya mitigasi, salah satunya terkait pemasaran.

Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi menjelaskan bahwa isu manajemen risiko menjadi perhatian otoritas seiring munculnya sejumlah kasus di industri asuransi. Salah satu risiko yang disoroti otoritas terkait dengan pemasaran.

Menurut Riswinandi, risiko pemasaran muncul sejalan dengan berkembangnya pemasaran produk asuransi melalui kanal digital. Penjualan asuransi melalui jalur itu biasanya mengutamakan produk sederhana, tetapi seiring perkembangannya berbagai jenis produk turut dipasarkan secara digital.

Masalah muncul saat upaya pemasaran itu menghadapi masyarakat dengan literasi asuransi yang rendah. Menurut Riswinandi, kerap terjadi pemahaman yang kurang, atau bahkan salah paham terhadap sebuah produk asuransi yang dijual secara digital.

"Perusahaan asuransi pun harus menyesuaikan desain produk [yang dipasarkan secara digital], untuk menekan potensi dispute perusahaan dengan nasabah, misselling, karena kurangnya pemahaman calon nasabah," ujar Riswinandi pada Jumat (9/10/2020).

Dia menilai bahwa salah satu upaya untuk menekan risiko pemasaran itu yakni dengan menyediakan fitur pengiriman pesan singkat langsung (live chat) dan akses kepada layanan telepon (call center). Hal tersebut agar nasabah dapat mencari informasi lebih lanjut dari sebuah produk dengan mudah, sehingga menghindari berbagai risiko yang ada.

Salah satu kendala yang kerap terjadi adalah salah paham masyarakat terhadap produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI atau unit-linked). Masyarakat kerap mengira imbal hasil produk itu selalu sejalan dengan perhitungan simulasi, padahal nyatanya mengikuti kinerja pasar modal.

Riswinandi pun menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 membuat aktivitas bisnis tak bisa berlangsung secara tatap muka. Kondisi tersebut membuat pemanfaatan teknologi digital menjadi vital, tetapi risikonya harus selalu dimitigasi dengan berbagai strategi yang jitu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper