Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Likuiditas Melimpah, Quantitative Easing BI Naik Tipis

Peningkatan quantitative easing yang tipis ini mencerminkan kondisi likuiditas di perbankan melimpah. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) per September 2020 terbilang tinggi, yakni 31,23 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi penambahan likuiditas (quantitative easing/QE) di perbankan oleh Bank Indonesia per Oktober 2020 mencapai sekitar Rp667,6 triliun.

Jumlah tersebut meningkat tipis jika dibandingkan dengan September 2020. Per 15 September, Bank Indonesia (BI) mencatat telah menambah likuiditas sebesar Rp662,1 triliun.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan QE yang digelontorkan BI tersebut terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp496,8 triliun. Peningkatan QE yang tipis ini mencerminkan kondisi likuiditas di perbankan melimpah.

"Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,23 persen pada September 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,29 persen pada September 2020," jelasnya, Selasa (13/10/2020).

Perry mengatakan, kebijakan pelonggaran likuiditas dan penurunan suku bunga acuan pun mendorong penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan.

Pada September 2020, suku bunga deposito dan kredit perbankan masing-masingnya turun dari 5,49 persen dan 9,92 persen pada Agustus 2020 menjadi 5,18 persen dan 9,88 persen.

Imbal hasil SBN 10 tahun juga turun dari 6,93 persen pada akhir September 2020 menjadi 6,87 persen per 12 Oktober 2020.

Di sisi lain, BI mencatat pertumbuhan kredit pada September 2020 turun, dari 1,04 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2020 menjadi 0,12 persen yoy.

Fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah menurut Perry akibat pertumbuhan kredit yang terbatas, sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19.

Ke depan, ekspansi moneter BI serta percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional," tutur Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper