Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dalam Sebulan Dana yang Parkir di Bank Nambah Rp162 Triliun, Bisa jadi Beban!

Data Bank Indonesia mencatat pada September 2020, dana pihak ketiga (DPK) bank tumbuh 12,88 persen secara tahunan (yoy).
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan merapikan uang di cash center Bank BNI, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah kondisi ekonomi yang masih lesu akibat pandemi Covid-19, simpanan masyarakat di perbankan terus meningkat.

Data Bank Indonesia mencatat pada September 2020, dana pihak ketiga (DPK) bank tumbuh 12,88 persen secara tahunan (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 11,64 persen yoy.

"DPK naik dari 11,64 persen yoy pada Agustus 2020 menjadi 12,88 persen yoy [pada September], didorong oleh sejumlah faktor termasuk pendapatan masyarakat, terutama menengah atas maupun ekspansi keuangan pemerintah," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Selasa (13/10/2020).

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai DPK di perbankan pada Agustus 2020 senilai Rp6.487,84 triliun. Sementara itu, simpanan masyarakat pada September 2019 tercatat senilai Rp5.891,92 triliun.

Jika pertumbuhan pada September tahun ini sebesar 12,88 persen, maka nominal simpanan di perbankan mencapai Rp6.650,79 triliun.

Artinya dalam sebulan, simpanan tersebut naik Rp162,95 triliun. Sementara, jika dibandingkan dengan September 2019, maka terdapat kenaikan senilai Rp758,87 triliun.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit nyaris stagnan pada periode yang sama, yaitu hanya tumbuh sebesar 0,12 persen yoy. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam sebelumnya menjelaskan pertumbuhan DPK masih akan signifikan selama kondisi ekonomi penuh ketidakpastian.

Perbankan akan mendapat kelonggaran likuiditas dari pertumbuhan DPK ini. Hanya saja, dana yang banyak tersebut tetap akan menjadi beban selama tidak dapat disalurkan menjadi kredit.

"Tugas bank itu adalah intermediator. Dia menyalurkan kredit. Selama kredit belum tersalurkan baik, maka DPK tetap jadi beban mereka. Maka wajar jika ada bank yang akhirnya menolak penempatan dana kembali dari pemerintah," sebutnya.

Meski demikian, Piter berharap pertumbuhan kredit pun tak perlu dipaksakan dalam kondisi pandemi karena tidak akan bagus untuk debitur maupun banknya.

"Kalau ekonomi belum bergerak, ya kredit untuk apa. Kalau macet kemudian hari itu malah akan buat banyak orang susah," katanya.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan jika nasabah lebih banyak parkir dana di perbankan, maka fungsi intermediasi sektor keuangan akan terganggu. Dana yang seharusnya berputar untuk kegiatan sektor riil melalui penyaluran kredit akan terhambat.

Pada saat yang bersamaan bank cenderung menahan penyaluran kredit karena tingginya risiko di dunia usaha khususnya kredit modal kerja. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka upaya pemulihan ekonomi akan berjalan lambat.

Di samping itu, lanjutnya, bank juga mengalami kendala karena biaya bunga membengkak dan akan menekan pendapatan bank sampai akhir tahun.

Oleh karena itu, dia berpendapat, di negara yang mengalami kenaikan simpanan, maka bank sentral perlu pangkas bunga acuan lebih besar agar insentif untuk menabung berkurang, dan deposan mulai alihkan dana ke investasi riil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper