Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Susun Arsitektur untuk Bisnis Bank Perkreditan Rakyat

Salah satu poin yang menjadi fokus OJK pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah adanya program Apex BPR yang bekerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengaku saat ini pihaknya sedang menyusun arsitektur untuk Bank Perkreditan Rakyat agar memiliki bisnis yang kuat.

Salah satu poin yang menjadi fokus OJK pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah adanya program Apex BPR yang bekerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah. Adapun dalam Apex BPR, ada tiga model kerja sama yang dapat disalurkan yakni dana bergulir, dana mismatch, dan layanan teknis perbankan. Bantuan dana begulir tersebut berasal dari setoran anggota Apex yang disimpan dalam bentuk giro di rekening BPD.

Wimboh menilai program Apex BPR tersebut kurang formal karena hanya berupa komitmen saja. Jika perlu, sebaiknya dibuatkan perundang-undangan agar memiliki ketentuan yang lebih jelas.

Setelahnya, BPD juga bisa bekerja sama dengan BPR dalam bentuk perluasan layanan dan jaringan. Daripada harus membuka cabang untuk memperluas cabang, BPD dinilai lebih baik memakai BPR untuk menunjang ekspansi.

"Apex ini kurang formal kan komitmen saja, kalau perlu buat Undang Undang biar jelas, pemangku siapa, BPD juga lebih bagus pakai BPR daripada buka cabang tidak karuan, ini kita lagi buat arsitekturnya," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI, beberapa waktu lalu.

Kebutuhan untuk memperbaiki bisnis BPR berkaitan dengan isu fraud yang selama ini menerpa bank tersebut sehingga banyak terjadi penutupan.

Adapun, selama periode Januari sampai dengan Oktober 2020, terdapat 6 bank perkreditan rakyat (BPR) yang dicabut izin usahanya oleh OJK.

Wimboh pun menilai penutupan tersebut tidak mengherankan karena kinerja BPR yang masih belum berubah membuat bisnisnya cukup sulit berkembang. Isu fraud pun banyak menghampiri BPR sehingga isu penutupan kerap terjadi.

"Jangan heran, kalau kita tutup. Apa boleh fraud gak tutup, kalau sudah ditutup isunya pasti parah," katanya

Lebih lanjut, Wimboh menilai penutupan BPR yang terjadi saat ini masih tergolong kecil apabila dibandingkan dengan jumlah 1.600 BPR. Kondisi ini pun dinilai tidak akan mempengaruhi keuangan LPS.

"1.600 populasi, tidak apa-apa, dari total BPR-BPR yang ditutup tidak terlalu menggoyangkan keuangan LPS," sebutnya.

Menurutnya, terkait bisnis BPR, memang harus segera diubah. BPR tidak bisa melakukan kinerja seperti ini tanpa menerapkan layanan digital. Dengan digital, BPR diharapkan bisa memberikan layanan selevel dengan bank umum.

"Community bank di AS bisa berikan credit card, itu kecil hanya 1.000 orang, bisa berikan credit card. Regulasinya bisa kita berikan," sebutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper