Bisnis.com, JAKARTA – Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan mengalami kenaikan selama pandemi virus corona atau Covid-19. Sektor industri pertambangan menjadi salah satu sektor pendorong utama kenaikan NPL perbankan.
Hal tersebut menjadi salah satu pendorong perbankan sangat selektif atau berhati-hati dalam menyalurkan kredit untuk sektor tambang.
Sampai dengan kuartal III/2020, Otoritas Jasa Keungan (OJK) mencatat NPL gross perbankan mencapai 2,09 persen. Angka tersebut naik cukup tinggi dibandingkan dengan akhir tahun lalu yang berada pada level di bawah 1,5 persen.
Adapun, per September 2020, NPL untuk sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp8,14 triliun dari total kredit yang disalurkan sebanyak Rp149,08 triliun. Capaian itu naik dari periode yang sama tahun lalu di mana NPL sektor itu sebesar Rp4,02 triliun dari kredit yang disalurkan sebesar Rp129,72 triliun.
Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan kredit perbankan untuk sektor pertambangan memang sudah mengalami penurunan secara signifikan sejak lima tahun lalu atau ketika harga barang komoditas terutama tambang turun drastis.
"Banyak pengusaha tambang yang menutup tambangnya dan NPL di sektor pertambangan meningkat sangat tinggi. Hal ini mendorong bank-bank menghentikan penyaluran kredit untuk sektor pertambangan," kata Piter saat dihubungi Bisnis Jumat (4/12/2020).