Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan P2P Lending Mau Diperketat, Investree Pede Model Bisnisnya Kuat

Investree sendiri berencana terus memperkuat model bisnis yang berfokus pada pembiayaan rantai pasokan pada UKM dengan fokus produk Invoice Financing dan Pre-Invoice Financing.
Ketua Umum Asosiasi Pendanaan Fintech Bersama Indonesia yang juga  CEO Investree Adrian A Gunadi, memberikan penjelasan pada diskusi Digital Economic Forum di Jakarta, Kamis (28/3/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Ketua Umum Asosiasi Pendanaan Fintech Bersama Indonesia yang juga CEO Investree Adrian A Gunadi, memberikan penjelasan pada diskusi Digital Economic Forum di Jakarta, Kamis (28/3/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Platform teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending PT Investree Radhika Jaya atau Investree percaya diri bahwa penguatan model bisnis jadi kunci menghadapi tantangan industri pada 2021.

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi industri fintech P2P lending bakal memulai era baru, di mana beberapa pemain diproyeksi kurang bisa bertahan hidup dan bersaing, akibat tuntutan regulator yang semakin ketat.

Adrian Gunadi, Co-Founder & CEO Investree sekaligus Chairman Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menekankan bahwa regulasi yang kian ketat harusnya menjadi berkah, karena kepercayaan masyarakat terhadap industri akan bertambah.

Investree sendiri mengaku siap mematuhi regulasi yang disusun oleh pihak regulator lewat revisi POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

"Kami juga percaya penyusunan rancangan POJK ini tidak bertujuan untuk menghambat pertumbuhan dan inovasi fintech lending di Indonesia, melainkan meningkatkan perlindungan terhadap lender [pendana] dan menumbuhkan market confidence [kepercayaan pasar] yang akan berdampak positif pada pertumbuhan industri fintech lending yang lebih berkelanjutan," ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (18/12/2020).

Adrian menjelaskan bahwa beberapa aturan main baru dalam regulasi anyar, harapannya dapat mempercepat pertumbuhan industri, membangun industri yang lebih tangguh, serta mendukung peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.

Contohnya, terkait naiknya persyaratan ekuitas dan modal disetor. Adrian menjelaskan bahwa Investree telah siap memenuhinya, lewat kepercayaan dan dukungan jajaran investor dari institusi-institusi solid di kancah nasional maupun internasional.

"Di tengah kehadiran pandemi tahun ini, kami bertumbuh lebih kuat setelah melangsungkan putaran pertama pendanaan seri C dipimpin oleh dua lembaga keuangan dengan reputasi baik dari Jepang dan Indonesia, yaitu MUIP dan BRI Ventures. Hal ini semakin membuktikan kekuatan Investree sebagai perusahaan dari aspek modal serta menunjukkan tingkat kepercayaan yang diberikan oleh investor dan masyarakat," ungkapnya.

Menurut Adrian, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan para platform, termasuk Investree sendiri, demi mengedepankan reliabilitas dan kestabilan bisnis untuk menjaga kepercayaan investor.

Di antaranya, memperkuat pemeliharaan akun terhadap industri terdampak dan keamanan pembayarannya, berfokus menerima pengajuan pembiayaan berisiko rendah dari industri tertentu dan/atau peminjam dana (borrower), atau payor rekanan borrower yang sudah teruji rekam jejaknya.

Selain itu, melakukan analisis dan verifikasi pinjaman dengan menggunakan sistem credit scoring yang sudah teruji, meningkatkan kolaborasi dengan rekanan asuransi penjaminan, dan terus melakukan manajemen perusahaan yang andal, operasional yang taat tata kelola perusahaan.

Investree sendiri berencana terus memperkuat model bisnis yang berfokus pada pembiayaan rantai pasokan pada UKM dengan fokus produk Invoice Financing dan Pre-Invoice Financing.

"Dari sisi product suite, kami cukup percaya diri produk andalan seperti Invoice Financing dan Preinvoice Financing yang masih mendominasi portofolio pinjaman di Investree masih dianggap sebagai alternatif mendanai yang menarik bagi masyarakat terutama yang baru mencoba layanan fintech lending," jelasnya.

Dengan skema pembiayaan rantai pasok, atau akrab disapa supply chain financing, pinjaman borrower diajukan berdasarkan tagihan (invoice) atas pekerjaan yang sudah selesai dan sedang menunggu pembayaran oleh Payor.

"Kami menjamin bahwa Payor atas invoice tersebut rata-rata adalah perusahaan dengan reputasi bagus dan kokoh dalam hal keuangan, sebut saja BUMN, Pemerintah, dan perusahaan multinasional sehingga memiliki kemampuan yang bagus dan kuat untuk membayar invoice tersebut. Dari sini, kami yakin bahwa peminjam di Investree akan bisa melakukan pembayaran secara tepat waktu," tambah Adrian.

Menurutnya, ini bisa jadi pilihan bagi lender yang ingin mendanai secara nyaman dengan produk pendanaan yang terukur risikonya.

Terakhir, Adrian tak lupa bahwa peningkatan literasi masyarakat terkait industri P2P lending oleh para platform juga harus terus ditingkatkan.

Adrian menjelaskan bahwa “startup mindset” yang mewajibkan perkenalan model bisnis dan edukasi kepada masyarakat, akan terus ada dalam setiap langkah pengembangan bisnis Investree.

"Mengingat 5 tahun lalu, saat fintech lending masih belum familiar di telinga masyarakat, kami menekankan pentingnya upaya edukasi dan sosialisasi ekstensif untuk mengenalkan manfaat layanan Investree kepada mereka. Seperti saat itu, kami masih percaya edukasi terkait layanan Investree masih perlu dilakukan secara meluas lewat berbagai saluran," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper