Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Rancang Aturan Baru, Bank Digital Bisa Cuma Punya Satu Kantor

Hal tersebut tercantum dalam Permintaan Tanggapan Atas RPOJK Bank Umum yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pengunjung gerai Slik menunggu panggilan petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung gerai Slik menunggu panggilan petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank digital atau neo bank direncanakan nantinya boleh beroperasi secara digital dan dengan sekurang-kurangnya satu kantor pusat.

Hal tersebut tercantum dalam Permintaan Tanggapan Atas RPOJK Bank Umum yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Bank digital yang menjalankan kegiatan usaha secara digital wajib memiliki sekurang-kurangnya satu kantor, yaitu kantor pusat," sebut RPOJK tersebut, yang dikutip pada Kamis (7/1/2021).

Yang dimaksud secara digital adalah model bisnis bank yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha utamanya melalui saluran elektronik dengan keberadaan kantor fisik bank yang terbatas (minimal) atau tanpa kantor fisik bank.

Sebelumnya, regulasi terkait dengan bank digital atau neo bank ini dipandang perlu disusun lebih dini oleh OJK. Pasalnya, saat ini sudah banyak bank yang mulai berencana untuk sepenuhnya memanfaatkan operasional secara digital.

Adapun, bank digital di luar negeri sudah sangat pesat. Bahkan, sudah banyak bank yang sepenuhnya memanfaatkan digital dalam mengganti operasional fisiknya di luar negeri. Beberapa neo bank yang terkenal antara lain adalah WeBank dari China, KakaoBank dari Korea Selatan, dan Aspire Bank dari Singapura.

Di Indonesia, dua produk digital yang saat ini digadang-gadangkan adalah Jenius milik PT Bank BTPN Tbk. dan Digibank milik PT Bank DBS Indonesia. Di luar itu, sudah banyak yang berkomitmen untuk memanfaatkan infrastuktur digital lebih agresif seperti PT Bank Amar Indonesia Tbk., PT Bank Jago Tbk., PT Bank Neo Commerce Tbk., dan PT Bank Digital BCA.

Ekonom Senior Indef Aviliani mengatakan perbankan di Indonesia saat ini baru sebatas memanfaatkan infrastruktur digital untuk mendukung efisiensi operasional dan optimalisasi bisnis transaksi.

Padahal, klasifikasi neo bank jauh lebih maju, yakni mampu melakukan ekspansi bisnis intermediasi tanpa ada kehadiran fisik dengan memanfaatkan semua infrastruktur digital.

"Neo bank ini jauh lebih maju dan memang membutuhkan regulasi lebih lanjut. Indonesia belum sampai tahap ini, tetapi regulasinya perlu disiapkan. OJK perlu berkomunikasi dengan banyak kementerian lembaga dan pemangku kepentingan perbankan lain," sebutnya kepada Bisnis, Rabu (15/12/2020).

Dia menegaskan lisensi neo bank harusnya berbeda dengan bank umum. Otoritas harus mampu memfasilitasi neo bank untuk mengolah semua data digital masyarakat untuk menjadi modal operasional mereka.

Aviliani berpendapat bukan tidak mungkin kebutuhan kecukupan modal dan likuiditas neo bank juga berbeda dengan bank umum. Bagaimana pun entitas ini akan mampu mengolah data dan menciptakan tingkat efisiensi lebih maju.

Selain untuk memfasilitasi pengembangan neo bank Tanah Air, dia berpendapat regulasi yang cukup akan sangat membantu industri perbankan untuk menangkal potensi kompetisi langsung dengan neo bank luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper