Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas! Jangan Tergiur, Fenomena Munculnya Influencer Saham

Sebagian investor dan trader saham pemula sering mengikuti perspektif yang disampaikan para influencer tanpa mempelajari fundamental perusahaan.
Karyawan beraktivitas didepan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas didepan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah investor pasar modal di Indonesia pada 2020 ini meningkat sangat signifikan. Ini terefleksi dari daya single investor identification (SID) yang hingga 29 Desember 2020 tercatat mencapai 3,87 juta.

Jumlah tersebut meningkat 56 persen dibandingkan dengan posisi akhir 2019 lalu. Kemudian, dari jumlah itu, investor saham juga naik sebesar 53 persen menjadi sejumlah 1,68 juta SID. Bahkan dari total tersebut, investor millenial kian mendominasi.

Secara logika, para investor trader saham pemula yang tertarik masuk ke dunia saham dan pasar modal tentu ingin menikmati keuntungan yang besar dan cepat karena saat mereka masuk ke dunia saham mereka menganggap sedang bermain saham bukan berbisnis saham.

Namun sayangnya, sebagian investor dan trader saham pemula tersebut sering kali hanya mengikuti perspektif yang disampaikan oleh para influencer tanpa mempelajari terlebih dahulu fundamental perusahaan atau saham yang akan dibeli.

Padahal jika tidak mengetahui dan mempelajari fundamental emiten dan hanya sekadar ikut-ikutan influencer demi untuk mencari profit atau keuntungan, tentu saja bisa berbahaya.

Berikut adalah tanda-tanda yang perlu diwaspadai oleh investor trader saham pemula.

1. Influencer berulang kali memamerkan keuntungan besar dalam bentuk rupiah yang berhasil mereka dapatkan dalam waktu singkat. Perlu diketahui bahwa saham merupakan instrumen beresiko tinggi dan cenderung jangka panjang yang pergerakan naik turun tergolong cepat

2. Para influencer tersebut tidak menjelaskan Margin Of Safety atau selisih antara nilai intrinsik suatu saham dengan harga jual saat ini. Seringkali informasi hanya berupa potensi profit besar tetapi tidak masuk akal untuk dicapai dalam waktu singkat dan cepat oleh trader investor saham pemula karena pasti ada suspensi maupun UMA (Unusual Market Activity)

3. Menciptakan FOMO alias Fear of missing out, rasa takut dan cemas akan ketinggalan berita atau hal-hal terbaru yang terjadi. Informasi rekomendasi beli saham diumumkan pada media sosial dengan jumlah pengikut besar agar tercipta FOMO atau pemikiran bahwa bila saya tidak segera beli saham tersebut sekarang maka di luar sana banyak ratusan ribu follower akan lebih dulu membeli dan menikmati profit.

4. Menarik jumlah anggota trader investor saham pemula melalui endorse di media sosial. Tak jarang, kolaborasi dibutuhkan agar paparan informasi lebih mudah tersampaikan karena sekecil apapun volume akan bermanfaat bagi mereka untuk Dump saham tersebut.

5. Memiliki wadah grup khusus komunikasi dua arah yang digunakan mengkoordinasikan anggota untuk membeli (Perhatikan komposisi pembelajaran dan percakapan wadah grup tersebut). Ada grup berbayar dan Grup Gratis, sudah dapat dipastikan bahwa grup gratis tidak mendapat informasi secepat dan seakurat dari grup berbayar tersebut.

Denny Huang, CEO & Founder emiten.com melihat adanya permasalahan tersebut bahkan sebelum terbentuknya startup platform emiten.com. Ketika tidak semua orang dapat mengakses grup berbayar yang nilainya sangat besar

“Setelah bayar pun mereka masih kemungkinan dijadikan sasaran DUMP apalagi yang tidak bayar. Maka perlu waspada bila terdapat grup gratis dan grup berbayar. Dan bila terdapat edukasi, maka pemula juga beresiko terkotak-kotak dengan 1 aliran trading investing tertentu,” terangnya.

Menurutnya, banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam beli jual saham terlepas day trading hingga investing sekalipun.  

Misalnya seperti faktor valuasi mulai dari PBV PER PCFR PSR DER EPS NPM, Perpajakan, Sentimen Induk atau Affiliasi perusahaan, Aksi korporasi right issue, Trend Bisnis 1-2 tahun kedepan, GCG Grup Perusahaan Tersebut, Rapat THE FED atau OPEC.

Termasuk laporan dari BPS, Pattern Indikator Daily Weekly Monthly bahkan GAP/Candle serta tidak lupa untuk melihat makro global serta Selalu pentingnya mengingat trailingstop, money management dan stoploss.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dewi Andriani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper