Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alhamdulillah, Asuransi Syariah Lebih Stabil. 2021 Diproyeksi Makin Moncer!

Berdasarkan data OJK, kontribusi bruto asuransi syariah per November 2020 sebesar Rp15,37 triliun, tercatat tumbuh 6,4 persen yoy dari Rp14,45 triliun per November 2019.
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia/AASI
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia/AASI

Bisnis.com, JAKARTA - Asuransi berbasis syariah masih tercatat tumbuh di periode 2020 yang notabene merupakan era pandemi, dan menatap 2021 dengan lebih optimistis.

Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) sekaligus Direktur Pemasaran PT Asuransi Takaful Umum Tatang Nurhidayat mengungkap bahwa bertumbuhnya kontribusi atau premi asuransi syariah sebenarnya wajar, walaupun dari sisi profit cenderung tertahan.

"Stabilitas kami lebih terjaga, walaupun memang ada dua sisi mata uang, karena konvensional itu memungkinkan profit lebih tinggi, karena sifatnya lebih spekulatif dengan klaimnya, tetapi tentu artinya mereka punya risiko yang besar," ujarnya dalam diskusi virtual bersama Sekolah Tinggi Manajemen dan Risiko Asuransi (STIMRA), Selasa (2/2/2021).

Seperti diketahui, skema asuransi syariah langsung membagi biaya kontribusi atau premi ke dalam dua pos, yakni dana peserta (tabarru, investasi, dan tanahud) dan dana ujrah perusahaan. Beda dengan asuransi konvensional yang seluruh dana premi yang didapatkan masuk ke perusahaan.

Oleh sebab itu, menurut Tatang, dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas, kinerja industri asuransi syariah masih terbilang pas di era pandemi ini. Jelas porsi profitnya buat usaha dan investor, tetapi tetap mampu menjaga kepentingan buat nasabah.

"Dengan stabilitias seperti ini, pertumbuhan yang masih positif di kala pandemi, saya kira bukan sebuah kebetulan. Asuransi syariah berhasil tumbuh, sekitar 5 persen pertumbuhan totalnya, walaupun belum resmi tutup buku, ya [per Desember 2020]," tambahnya.

Berdasarkan data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi bruto asuransi syariah per November 2020 sebesar Rp15,37 triliun, tercatat tumbuh 6,4 persen (year-on-year/yoy) dari Rp14,45 triliun per November 2019.

Kontribusi bruto dari asuransi jiwa syariah menjadi penopang dengan capaian Rp13,16 triliun, atau tumbuh 9,89 persen (yoy) dibandingkan dengan capaian November 2019 di angka Rp11,98 triliun.

Namun demikian, kontribusi bruto asuransi umum syariah masih turun 11,25 persen (yoy) karena capaian November 2020 baru menyentuh Rp1,43 triliun dibandingkan dengan capaian November 2019 di Rp1,61 triliun.

Namun, Tatang yang merupakan praktisi asuransi umum syariah mengungkap fakta lain bahwa sebenarnya perusahaan asuransi umum syariah yang bukan unit usaha asuransi konvensional, atau telah berdiri sendiri, tercatat memiliki kontribusi yang bertumbuh.

"Ada 5 perusahaan, yang sudah fullfledge atau bukan unit usaha, growth-nya positif. Perkiraan saya mungkin karena yang masih unit ini strateginya bergantung dengan induknya, jadi kinerjanya terpengaruh. Maka menurut saya barangkali opsi spin-off yang nantinya memberikan kemandirian, itu bisa positif buat unit asuransi umum syariah tersebut," ujarnya.

Tatang mencontohkan, buktinya kinerja Takaful Umum sebagai salah satu perusahaan asuransi umum syariah, menutup 2020 dengan memenuhi target kontribusi bruto mencapai 130 persen dan mencatat growth kontribusi bruto di atas 70 persen (yoy).

Adapun, per Januari 2021, Tatang mengungkap pertumbuhan kontribusi bruto Takaful Umum telah tumbuh 50 persen (yoy) dari capaian pada Januari 2020.

Turut hadir Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengungkap bahwa potensi pertumbuhan industri asuransi syariah pada 2021 terbuka, didorong beberapa sentimen positif, yakni munculnya halal value chain.

"Pertama, kami lihat pemerintah punya enam kawasan industri halal, kami harap segala hal yang berkaitan dengan KIH ini berkaitan dengan ekosistem syariah, sehingga asuransi syariah bisa ikut masuk melengkapi layanan dalam ekosistem," ungkapnya.

Kedua, yakni keberadaan Bank Syariah Indonesia yang baru dibentuk di mana kegiatan-kegiatan keuangan yang berada di dalamnya melibatkan asuransi syariah.

Ketiga, dikenalnya tren penerbitan sukuk di Indonesia yang tentunya berkaitan erat dengan proyek dan agunan yang tentu butuh proteksi asuransi. Terakhir, asuransi syariah mulai terbuka dengan pemanfaatan produk berkaitan dengan wakaf.

Adapun potensi secara jangka panjang, berasal dari kebijakan bahwa asuransi syariah masuk ke dalam salah satu yang dibuka dalam Protokol to Implement the 7th Package of Commitment on Financial Under AFAS (Asean Framework Agreement on Services).

"Asuransi syariah jadi yang pertama kali dibuka. Nanti, pada 1 Januari 2025, di mana pemain regional boleh memasarkan produk secara langsung ke kawasan Asean tanpa perlu perwakilan dan SDM. Indonesia bisa ke sana? Tentu bisa. Kami perlu anggap ini sebagai tantangan," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper