Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Edukasi soal Fintech jadi Tantangan Utama di Indonesia, Singapura, dan Malaysia

Saat ini, edukasi masih menjadi tantangan utama di ketiga negara ini, terutama edukasi mengenai manfaat fintech P2P lending.
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai platform teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending yang telah beroperasi di tiga negara, PT Mitrausaha Indonesia Grup mengungkap bahwa isu miring dan kendala terkait fintech, bukan hanya terjadi di Indonesia.

Seperti diketahui, Grup Modalku memiliki platform bernama Modalku yang beroperasi di Indonesia dan Funding Societies di Singapura dan Malaysia.

CoFounder & CEO PT Mitrausaha Indonesia Grup Reynold Wijaya mengungkap bahwa peluang, tantangan, dan model bisnis Modalku di ketiga negara ini kurang lebih sama dan berfokus mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menurutnya, bukan hanya Indonesia yang masih punya segmen UMKM yang belum mendapatkan akses pendanaan lembaga keuangan tradisional atau disebut financing gap. Malaysia, dan Singapura pun sama.

Inilah kenapa platform fintech P2P lending lahir, mengisi gap tersebut dengan menyediakan fasilitas pinjaman tanpa agunan untuk mendukung perkembangan UMKM potensial.

"Saat ini, edukasi masih menjadi tantangan utama di ketiga negara ini. Edukasi mengenai manfaat P2P lending harus selalu dijalankan," ujar Reynold kepada Bisnis, Kamis (4/2/2021).

Reynold berpendapat bahwa terkhusus Indonesia, literasi masyarakat masih harus difokuskan kepada isu maraknya fintech P2P lending ilegal.

"Menjadi tugas bersama untuk menjaga agar industri ini tetap memiliki ekosistem yang baik dan masyarakat tetap percaya untuk menggunakan platform ini, tentunya dengan edukasi cara memilih P2P lending yang benar yaitu yang sudah terdaftar atau berizin di otoritas," tambahnya.

Singapura dan Malaysia memang telah memiliki fokus peningkatan literasi soal fintech yang berbeda dari Indonesia. Namun, intinya sama, yakni masih perlu adanya gotong royong dari berbagai stakeholder untuk terus mendukung peran fintech.

"Di Singapura, terdapat asumsi bahwa UMKM yang tidak bisa mendapatkan pendanaan ke institusi keuangan tradisional adalah UMKM yang tidak layak kredit," ungkapnya

Padahal, seperti diketahui masing-masing institusi keuangan memiliki pertimbangan dan kebijakan dari masing-masing untuk melayani segmen tertentu. Oleh sebab itu, menurutnya edukasi di Singapura difokuskan bahwa semua UMKM layak untuk mendapatkan pendanaan.

"Sedangkan di Malaysia, edukasi terkait manfaat P2P lending untuk perkembangan bisnis UMKM masih terus dijalankan karena segmen UMKM di sana masih baru mengetahui tentang pendanaan digital yang bisa mendukung mereka lebih cepat dengan pendekatan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing UMKM," tutupnya.

Sekadar informasi, sepanjang 2020, Grup Modalku membukukan penyaluran pinjaman sebesar lebih dari Rp20 triliun kepada lebih dari 3,5 juta jumlah transaksi pinjaman UMKM di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

Pencapaian ini bertumbuh hampir 2 kali lipat dibanding capaian 2019. Adapun secara portofolio, lebih dari 80 persen jumlah transaksi pinjaman Grup Modalku disalurkan kepada pengusaha berbasis digital atau pelaku dagang online.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper