Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPJS Ketenagakerjaan Kurangi Saham dan Reksadana, Karena Kasus di Kejagung?

Keputusan itu bukan tanpa risiko, Budi menilai bahwa berkurangnya komposisi investasi di pasar modal otomatis membuat BPJS Ketenagakerjaan mengorbankan peluang imbal hasil yang optimal. Selain itu, kualitas portofolio pun berpotensi menurun.
Karyawan melintas di dekat logo BPJS Ketenagakerjaan/BP Jamsostek di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan melintas di dekat logo BPJS Ketenagakerjaan/BP Jamsostek di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan untuk mengurangi komposisi saham dan reksa dana dinilai tak lepas dari dipermasalahkannya unrealized loss yang terjadi di badan tersebut. Ke depannya, BPJS pun dinilai akan lebih mengamankan diri dari risiko hukum.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan mudah untuk menduga bahwa BPJS Kesehatan akan mengurangi porsi investasinya di pasar modal. Hal tersebut menurutnya merupakan imbas dari berjalannya proses hukum terkait unrealized loss di Kejaksaan agung.

Menurutnya, unrealized loss belum menjadi kerugian karena tidak terjadi penjualan aset saham dan/atau reksadana. Oleh karena itu, kondisi yang menjadi masalah pun dinilai membuat BPJS Ketenagakerjaan akan lebih berhati-hati dalam berinvestasi di pasar modal.

"Saya pikir mereka akan lebih memprioritaskan stabilitas pendapatan dan keselamatan atau bebasnya para pengelola [manajemen] dari tuntutan yang mungkin timbul, belajar dari pengalaman beberapa bulan terakhir ini," ujar Budi kepada Bisnis, Selasa (30/3/2021).

Keputusan itu bukan tanpa risiko, Budi menilai bahwa berkurangnya komposisi investasi di pasar modal otomatis membuat BPJS Ketenagakerjaan mengorbankan peluang imbal hasil yang optimal. Selain itu, kualitas portofolio pun berpotensi menurun.

Meskipun begitu, jika BPJS Ketenagakerjaan tak mengubah strategi investasinya di tengah kondisi pasar modal yang masih volatil, risiko unrealized loss masih mungkin membayangi. Budi menilai bahwa hal tersebut akan menjadi pertimbangan besar bagi BPJS Ketenagakerjaan.

"Mending cari penyelamatan diri dari risiko hukum daripada memburu return optimal yang sebentaran juga dilupakan banyak orang. Kualitas portofolio dan return tentunya akan dikorbankan," ujarnya.

Dalam proses rekomposisi investasinya, BPJS Ketenagakerjaan menyatakan akan menjalin komunikasi dengan emiten-emiten yang sahamnya telah dimiliki tapi berkontribusi terhadap unrealized loss. Badan itu akan mempertimbangkan prospek emiten lalu menilainya apakah layak untuk dipertahankan atau akan dilepas.

Menurut Budi, emiten-emiten tersebut harus memeriksa seberapa besar kepemilikan saham dari BPJS Ketenagakerjaan. Jika jumlahnya banyak, emiten terkait perlu memastikan dirinya layak dengan menunjukkan prospek bisnis yang baik.

"Karena jika sampai BPJS Ketenagakerjaan keluar, akan ada market impact untuk saham itu. Kalau fundamentalnya bagus tidak ada alasan BPJS untuk keluar dari emiten itu walaupun harganya masih tertekan, tapi jika BPJS keluar tekanannya justru akan lebih besar lagi," ujar Budi.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menjelaskan bahwa risiko pasar dari saham dan reksadana menjadi salah satu penyebab rasio kecukupan dana program jaminan hari tua (JHT) berada di bawah 100 persen. Manajemen BPJS Ketenagakerjaan pun memilih solusi untuk menyesuaikan portofolio investasinya.

"Kami lihat strateginya bisa melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi atau investasi langsung. Sehingga secara perlahan nanti kami akan rekomposisi aset yang ada untuk meminimalisir risiko pasar yang terjadi seperti saat ini," ujar Anggoro pada Selasa (30/3/2021).

Menurutnya, strategi itu akan membuat bobot instrumen saham dan reksadana di portofolio JHT semakin mengecil. Namun, hal tersebut akan turut mengurangi dampak fluktuasi indeks harga saham gabungan (IHSG) terhadap dana BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, komposisi investasi BPJS Ketenagakerjaan per Januari 2021 terdiri saham sebesar 15,9 persen, reksadana 8,3 persen, obligasi 63,1%, deposito 12,2 persen, properti 0,4%, dan penyertaan langsung 0,1 persen. Badan tersebut menempatkan investasi saham di 34 emiten, yang 25 di antaranya merupakan saham LQ45 dan sisanya pernah masuk indeks tersebut saat pembelian berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper