Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Paylater Efektif Jadi Alat Penjaring Konsumen 'Serba Online', Kartu Kredit Apa Kabar?

Di tengah era serba online ini, segala kalangan masyarakat punya potensi masuk menjadi pengguna paylater, setidaknya dalam satu aplikasi layanan digital yang sering mereka gunakan untuk bertransaksi.
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Layanan cicilan skema bayar tunda atau buy now pay later (BNPL) terbukti menjadi senjata ampuh penjaring konsumen, dari yang pemula dalam mengakses kredit, sampai masyarakat menengah ke atas sekalipun.

Oleh sebab itu, tak heran setiap platform layanan digital selaku provider seperti ride-hailing, e-commerce, dompet digital, atau ticket agent, berlomba melengkapi beragam produk paylater secara terintegrasi di dalam platform-nya.

Adapun, para lembaga jasa keuangan penyalur pinjaman, mulai dari fintech peer-to-peer (P2P) lending, multifinance, sampai perbankan sekalipun, mulai coba merangkul berbagai provider untuk menyediakan aksesnya dalam platform mereka.

Direktur Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) Tegar Rismanuar Nuryitmawan memproyeksi fenomena ini bakal terus mengular, menilik industri layanan 'serba online' atau digital terus bertumbuh dan sangat dinamis.

Dari perspektif provider, apalagi yang masih berstatus startup atau perusahaan rintisan, menurutnya ketersediaan paylater patut menjadi perhatian, mengingat sifatnya yang inklusif serta menekankan kecepatan dan kepraktisan buat user atau pengguna platform.

"Karena bagi pengguna, itu kunci dalam mengoptimalkan transaksi digital. Contoh, saya sendiri bankable, tapi saya sering pakai paylater aplikasi ticket agent, karena saya butuh transaksi cepat dengan harapan tidak kehabisan tiket pesawat," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (7/4/2021).

Tegar melanjutkan, buat pengguna yang sudah melek layanan keuangan, paylater sangat berguna misalnya agar tidak kehabisan tiket perjalanan atau pertunjukan yang ingin dihadiri, tidak kehabisan barang incarannya yang dijual terbatas di marketplace, atau untuk menggenapkan saldo di platform yang hanya 'kurang sedikit' dari nilai transaksi.

"Jadi paylater ini win-win solution. Karena kebanyakan penggunanya itu bukannya pakai karena tidak mampu bayar. Tapi misalnya, daripada harus buka m-banking, transfer dulu, atau verifikasi ini-itu ketika transaksi. Ya, lebih baik pakai paylater dulu, dua-tiga jam kemudian kalau sudah luang baru dibayar. Efektif buat pengguna," tambahnya.

Adapun, bagi kalangan pemula, termasuk yang awam dalam mengakses kredit konvensional, paylater dilirik karena kemudahannya dalam pendaftaran dan sesuai dengan kebutuhannya secara spesifik.

Tegar pun menarik kesimpulan bahwa di tengah era serba online ini, segala kalangan masyarakat punya potensi masuk menjadi pengguna paylater, setidaknya dalam satu aplikasi layanan digital yang sering mereka gunakan untuk bertransaksi.

Hal ini pun sebelumnya sempat diungkap penelitian RISED bertajuk 'Persepsi Pasar Indonesia Terhadap Pemanfaatan Fitur Pembayaran Paylater', di mana sekitar 77,20 persen dari total 2.000 responden sepakat bahwa akses terhadap paylater lebih mudah dibandingkan dengan akses terhadap kartu kredit.

Sebanyak 60,5 persen pun sepakat kemudahan permohonan pengajuan kredit jadi keunggulan utama. Sementara, keunggulan lain yang dirasakan oleh 37,15 persen responden, yakni minimal transaksi yang kecil.

Menariknya, penggunaan limit paylater jauh lebih rendah dan fleksibel dibandingkan limit kartu kredit milik perbankan, membuat masyarakat menganggap citra paylater lebih positif ketimbang kartu kredit.

Pasalnya, pengguna dapat menetapkan limit tertentu untuk berbelanja daring, sehingga dalam satu bulan, pengguna bisa menjaga diri untuk tidak dapat berbelanja dengan nominal melebihi limit tersebut.

Keunggulan lainnya yang terasa dan disepakati responden, yaitu tidak ada biaya admin jika tak digunakan (31,65 persen) dan bisa berhenti sewaktu-waktu (30,45 persen).

Oleh sebab itu, menurut Tegar, tak heran beberapa platform digital yang telah memiliki valuasi besar, punya hasrat melirik entitas jasa keuangan untuk menjadi anak usahanya dengan tujuan mampu mengintegrasikan produk-produk keuangan untuk akses transaksi, contohnya seperti skema paylater ini.

"Untuk membesarkan ekosistem bisnis, langkah seperti ini masuk akal sekali. Memang paylater ini cenderung nilai transaksinya kecil-kecil, keuntungannya pun bisa dibilang receh, lah. Tapi kalau user platform sudah ratusan juta? Kemudian layanan paylater di dalamnya digunakan jutaan user? Ya, pasti menggoda sekali untuk masuk jadi bagian entitas," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper