Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fintech dan Investasi Bodong Menjamur Gara-Gara Ini

Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan fintech dan investasi abal–abal populer di masyarakat.
Ilustrasi investasi bodong/Istimewa
Ilustrasi investasi bodong/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara menjelaskan mengapa finansial teknologi (fintech) dan investasi abal–abal populer di masyarakat.

Tirta menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan fintech dan investasi abal–abal populer di masyarakat.

Pertama, tingkat literasi masyarakat masih rendah. Kedua, perilaku masyarakat secara umum, mereka ingin mendapatkan keuntungan besar tanpa kerja keras.

“Kenapa saya mengatakan demikian, karena yang terjebak di skema Ponzi itu bukan hanya yang tingkat pendidikannya rendah, tapi yang tingkat pendidikannya tinggi juga banyak,” ujar Tirta dalam webinar Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech & Investasi Ilegal pada Selasa (13/4/2021).

Ketiga, dengan kemajuan teknologi penipu melihat ini sebagai peluang untuk melakukan penipuan. Hal inilah membuat fintech dan investasi abal-abal masih beredar. Dengan kemajuan teknologi fintech dan investasi ilegal semakin mudah bermunculan dan gampang untuk diakses.

“Di era digitalisasi, mereka mudah membuat, mereplika sebuah aplikasi. Ditambah lagi dengan memanfaatkan tokoh masyarakat, padahal tokohnya sendiri tidak tahu,” imbuh Tirta.

Dia pun menjelaskan saat ini ada 148 fintech yang resmi terdaftar di OJK, terdiri dari 45 fintech yang mendapatkan izin usaha dan 10 fintech syariah.

Tirta pun beberkan ciri-ciri fintech abal-abal ketika menjanjikan menjanjikan pinjaman cepat, mudah, dan murah tanpa syarat.

Sementara, untuk investasi abal-abal menjanjikan keuntungan besar yang tidak wajar dalam waktu singkat. Selain itu pun fintech dan investasi bodong biasanya tidak mempunyai kantor fisik yang layak.

“Mereka [fintech dan investasi] itu yang abal-abal tadi hanya sewa satu ruko, tapi lingkup operasinya bisa sangat luas di berbagai daerah," tuturnya.

Adapun, servernya berada di luar yurisdiksi Indonesia. OJK melalui SWI (Satgas Waspada Investasi) menemukan server fintech dan investasi bodong berada di Vietnam dan Hong Kong.

Hal ini lah yang menjadi alasan regulator tidak mudah untuk langsung ditutup. "Kami blokir, dia buat lagi dengan nama yang lain,” kata Tirta.

Oleh karena hal tersebut dalam satu tahun bisa ada ribuan, terutama yang fintech itu. Kemudian, muncul berbagai macam, seperti Tik-Tok Cash dan V-Tube.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper