Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Manajemen Risiko Jiwasraya, Refleksi untuk Reformasi Industri Asuransi

Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya R. Mahelan Prabantarikso menyatakan bahwa manajamen baru perseroan menemukan pelaksanaan manajemen risiko yang tidak optimal.
Warga melintasi logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Senin (5/10/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga melintasi logo Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Senin (5/10/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengakui bahwa sebelumnya terdapat unit-unit di perusahaan yang tidak menjalankan manajemen risiko dengan optimal. Kondisi yang terjadi kepada Jiwasraya itu dinilai sebagai momentum untuk melakukan reformasi untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya R. Mahelan Prabantarikso menyatakan bahwa manajamen baru perseroan menemukan pelaksanaan manajemen risiko yang tidak optimal. Kondisi itu bahkan terjadi hingga masalah gagal bayar pecah pada Oktober 2018.

"Di Jiwasraya, kami temukan banyak unit yang manajemen risikonya tidak optimal, misalnya dalam menjalankan investasi tidak prudent. Oleh karena itu penting terdapat framework governance risk compliance [GRC]," ujar Mahelan dalam webinar Kafegama bertajuk Momentum Reformasi Industri Asuransi di Indonesia, Rabu (14/4/2021).

Menurutnya, tata kelola perusahaan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gagal bayar di Jiwasraya dan ekuitas yang kini menjadi negatif Rp38,7 triliun. Isu itu pun turut terjadi di sejumlah perusahaan dan membawa dampak bagi industri asuransi.

Mahelan menilai bahwa masalah Jiwasraya harus menjadi titik balik dalam reformasi industri asuransi. Salah satu aspek yang harus ditekankan adalah penerapan framework GRC yang saling terkait di sebuah perusahaan, sehingga terdapat integrasi dan tercegahnya konflik kepentingan.

Berkaca dari kasus Jiwasraya, para pelaku industri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun akan menerapkan manajemen aset dan liabilitas (ALM) sesuai aturan yang berlaku. Penguatan tata kelola menjadi sangat krusial untuk dapat menggenjot pertumbuhan industri dengan lebih optimal.

"Lalu, perlu melakukan antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari pandemi Covid-19," ujarnya.

Menurutnya, pandemi Covid-19 memengaruhi sejumlah aspek dalam kinerja asuransi jiwa. Misalnya, perolehan premi industri yang melambat pada 2020 menjadi senilai Rp173,2 triliun, lalu hasil investasi yang pencapaiannya Rp17,6 triliun.

Mahelan pun menilai bahwa kenaikan klaim yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir sedikit banyak dipengaruhi oleh kasus Jiwasraya. Kemudian, pada 2020 jumlah klaim meningkat menjadi Rp149,2 triliun karena adanya pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat membutuhkan sumber dana.

"Kasus gagal bayar cukup memengaruhi masyarakat, karena khawatir sehingga menarik uangnya. Dampak kasus gagal bayar pun memengaruhi pertumbuhan penetrasi asuransi jiwa dan menyebabkan risiko reputasi, oleh karena itu reformasi menjadi penting," ujar Mahelan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper