Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Amartha Bakal Akomodasi Layanan Asuransi Sampai Credit Scoring, Ini Alasannya

Semua layanan baru bakal berfokus pada empat pilar yang dinilai mampu menyejahterakan segmen borrower utama Amartha, yaitu perempuan pengusaha ultra mikro di daerah pedesaan.
CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Penyelenggara teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending PT Amartha Mikro Fintek atau Amartha berencana memperluas layanan kepada penggunanya lebih dari sekadar platform pinjam-meminjam.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan pihaknya tengah mempercepat inovasi produk dengan meluncurkan layanan tambahan bagi peminjam (borrower) dan pendana (lender), untuk mempertajam lini bisnis utama Amartha sebelumnya yang hanya berasal dari pendanaan berbasis kelompok atau group lending.

"Kita ingin lebih dari sekadar mengakomodasi akses permodalan. Semangat kita 5 sampai 10 tahun ke depan itu kita akan fokus di tiga hal. Pertama, platform khusus buat mitra Amartha Partners. Kedua, kepada lender untuk lebih mengakomodasi diversifikasi. Ketiga, yaitu membuat Amartha Score," jelasnya dalam diskusi bersama media di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (3/5/2021).

Taufan menjelaskan upaya diversifikasi terutama berasal dari menyediakan pendanaan individual kepada borrower yang telah naik kelas dari group lending, dan menjajaki sektor-sektor terkhusus yang dekat dengan pedesaan, seperti pertanian, perkebunan, dan industri padat karya kecil.

Adapun, Amartha Score merupakan upaya pihaknya dalam ikut membangun platform riwayat kredit digital dari para borrower, untuk nantinya layak mendapat akses keuangan yang lebih besar.

Hadi Wenas, Chief of Commercial Officer Amartha, menjelaskan lebih lanjut beberapa program yang akan pihaknya utamakan untuk mengakomodasi kebutuhan borrower, yaitu digitalisasi desa, belanja borongan, pinjaman warung, hingga asuransi.

Menurutnya, semua layanan baru berfokus pada empat pilar yang dinilai mampu menyejahterakan segmen borrower utama Amartha, yaitu perempuan pengusaha ultra mikro di daerah pedesaan.

"Jadi semua bisnis baru, capex kita hanya di teknologi. Pertama, menaikkan pendapatan mereka lewat loan, pinjaman modal usaha. Kedua, mengurangi pengeluaran atau cost usaha mereka, makanya kita menggelar belanja borongan," jelasnya dalam kesempatan yang sama.

Hadi mencontohkan kebanyakan borrower Amartha masih terganjal dari sisi akses supply chain. Harapannya, dengan upaya kulakan borongan seperti ini, borrower bisa mendapatkan selisih harga jual kembali yang lebih baik.

Adapun, pilar ketiga, yaitu membawa borrower 'emak-emak' Amartha masuk layanan tabungan perbankan dan dikenal lembaga keuangan konvensional. Terakhir, yaitu membantu mereka berkenalan dengan investasi dan proteksi lewat asuransi.

"Terutama asuransi, ini karena kita melihat kebanyakan ada kredit macet atau NPL (non-performing loan) itu karena mereka sakit. Bukan hanya karena tidak bisa berjualan, kalau sakpai masuk rumah sakit bagaimana? Arus kas mereka terganggu. Makanya kita mau buat layanan proteksi dengan premi khusus buat mereka," tambahnya.

Sekadar informasi, untuk mendukung upaya ini, Amartha telah menggelar putaran pendanaan baru dan mendapatkan modal senilai US$28 juta atau setara dengan Rp405 miliar dari Women’s World Banking Capital Partners II (WWB) dan MDI Ventures.

Lewat pendanaan ini, Amartha tercatat menjadi tujuan investasi pertama yang dilakukan WWB di Asia Tenggara. Selain itu, Mandiri Capital Indonesia dan UOB Venture Management turut tercatat sebagai investor lama Amartha yang melakukan follow up funding pada pendanaan kali ini.

Turut hadir dalam diskusi, Direktur Utama PT Mandiri Capital Indonesia sekaligus Komisaris Amartha Eddi Danusaputro mengungkap bahwa perkembangan platform untuk memperluas layanan merupakan keniscayaan. Hal ini penting bukan hanya untuk memperbesar pengaruh sosial, namun juga untuk menjaring potensi profit dari beberapa lini bisnis yang dijalankan.

"Sebagai contoh, misalnya sekadar startup e-commerce itu monetisasinya susah, makanya mereka kolaborasi buat ikut menggelar financial services. Fintech lending seperti Amartha ini pun sama, tidak bisa mengandalkan kenaikan penyaluran [pinjaman] terus, nantinya harus mampu secara horizontal mengakomodasi kebutuhan seperti layanan bank dan asuransi, yang tentu akan membuka kolaborasi dengan LJK incumbent yang sudah besar," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper