Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Delapan Poin Hasil Monitoring Evaluasi BPJS Ketenagakerjaan oleh DJSN

Selama pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan pada 2020, Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN menemukan delapan poin catatan.
Pegawai melintasi logo BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pegawai melintasi logo BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN menemukan delapan poin catatan berdasarkan monitoring dan evaluasi atau monev terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan atas pelaksanaan jaminan sosial pada 2020.

Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi (PME) DJSN Tono Rustiano menyampaikan bahwa salah satu amanat dari penyelenggaraan SJSN adalah dibentuknya DJSN sebagaimana termaktub dalam Pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang SJSN.

Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi DJSN Tono Rustiano menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) 4/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pihaknya memiliki wewenang untuk melakukan monev penyelenggaraan jaminan sosial.

Menurutnya, DJSN telah melakukan monev terhadap BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan terkait pelaksanaan jaminan sosial sepanjang 2020. Hasil temuan itu akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo, mengingat DJSN bertanggung jawab kepada presiden atas pengawasan pelaksanaan jaminan sosial.

DJSN menggunakan mekanisme monev online di dua provinsi setiap bulannya, dengan pendalaman ke lapangan jika dibutuhkan. Terkait pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan, DJSN menemukan delapan poin utama, yakni:

Pertama, perlunya perbaikan regulasi cukup luas dalam berbagai bidang/hal diantaranya pengaturan jaminan perlindungan untuk aparatur sipil negara (ASN), pekerja migran Indonesia, pengambilan jaminan hari tua (JHT), dan pekerja rentan.

Kedua, sektor informal dengan cakupan pekerja yang merupakan jumlah pekerja terbesar memerlukan upaya extra-ordinary dengan pendekatan khas untuk dapat melindungi para pekerjanya yang jumlahnya sangat jauh melebihi pekerja sektor formal.

Ketiga, pembenahan database kepesertaan yang belum juga tuntas selama bertahun-tahun memerlukan keseriusan prioritas penanganannya.

Keempat, diperlukan penguatan pelayanan pekerja migran Indonesia (PMI) yang belum cukup terlindungi.

Kelima, masih diperlukan sosialisasi terkait manfaat-manfaat program BP Jamsostek secara langsung kepada peserta.

Keenam, penyiapan sistem teknologi informasi (TI) yang andal guna memastikan proses dan prosedur pendaftaran peserta, pembayaran iuran, pengecekan saldo JHT dan pengajuan klaim tidak mengalami hambatan.

"Kondisi geografis juga menjadi tantangan dalam menyediakan jaringan untuk mendukung sistem TI dan online system berjalan baik," ujar Tono pada Rabu (5/5/2021) saat menyampaikan hasil monev DJSN.

Ketujuh, program jaminan pensiun mendapat perhatian dan diminati oleh perusahaan, terutama perusahaan yang belum memiliki perlindungan pekerja melalui lembaga pensiun sendiri.

Terakhir, timbulnya risiko kerugian besar, baik realized maupun unrealized, merupakan hal yang wajar karena dinamika pasar modal. Tetapi, tinjauan terhadap sistem dan mekanisme pengambilan keputusan dan pengendalian resiko, serta pelaksanaannya, tetap diperlukan untuk menguji kewajaran tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper