Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ingatkan Risiko Jika Suku Bunga Acuan BI Kembali Turun

Peningkatan arus modal asing di pasar keuangan domestik akan terjadi apabila Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuannya saat ini.
Kantor Bank Indonesia/Reuters-Supri
Kantor Bank Indonesia/Reuters-Supri

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memperingatkan penurunan kembali suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) berisiko memicu keluarnya arus modal asing di pasar keuangan domestik.

Kendati demikian, Pieter memperkirakan suku bunga acuan BI pada Mei 2021 akan tetap bertahan pada level 3,5 persen.

Dia menilai, ruang penurunan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) saat ini sudah semakin terbatas.

“Saya perkirakan BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan. Menurut saya, BI memang sudah tidak punya ruang untuk menurunkan suku bunga,” katanya, Minggu (23/5/2021).

Piter menjelaskan, hal ini disebabkan oleh tingkat imbal hasil US Treasury yang masih tinggi, sehingga menyebabkan selisih atau spread antara suku bunga internasional dan domestik semakin sempit.

Alhasil, penurunan kembali suku bunga acuan oleh BI dinilai berisiko memicu keluarnya arus modal asing di pasar keuangan domestik, sehingga nilai tukar rupiah berpotensi mengalami tekanan.

Meski suku bunga acuan BI tidak diturunkan, Piter mengatakan, BI masih tetap dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui kebijakan lainnya.

“Dengan tetap mempertahankan suku bunga acuan dan terus melanjutkan kebijakan moneter yang longgar, serta membantu fiskal dengan kebijakan burden sharing,” jelasnya.

Adapun pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2021 lalu, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan pada level 3,5 persen, dengan mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan dampak dari masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Di sisi lain, BI akan terus berupaya mendorong pengoptimalan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial secara akomodatif, serta dengan mempercepat digitalisasi sistem pembayaran.

Bank Sentral mencatat quantitative easing yang telah dilakukan sejak 2020 hingga 16 April 2021 telah mencapai Rp798,85 triliun, dengan rincian Rp726,57 triliun di 2020 dan Rp72,27 triliun di 2021.

Di samping itu, sinergi ekspansi moneter BI dengan stimulus fiskal juga terus diperkuat, tecermin dari pembelian SBN oleh BI di pasar perdana dengan skema burden sharing atau keputusan bersama BI dan Kementerian Keuangan pada 16 April 2020, yang mencapai Rp101,91 triliun per 16 April 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper