Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Konsumen Kendaraan Bayar Cash, Kredit Multifinance Kontraksi Lagi?

Fenomena ini merupakan salah satu dari 6 tantangan besar para pemain industri multifinance di masa memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno (dilayar) memberikan paparan saat acara Bisnis Indonesia Economic Outlook secara virtual di Jakarta, Selasa (6/7/2021). Bisnis/Abdurachman
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno (dilayar) memberikan paparan saat acara Bisnis Indonesia Economic Outlook secara virtual di Jakarta, Selasa (6/7/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menemui fenomena banyaknya pembeli kendaraan yang memilih membayar tunai sebagai salah satu tantangan berkaitan pertumbuhan kredit di era new normal periode 2021.

Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menjelaskan kendati industri otomotif tengah terdorong oleh insentif subsidi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), industri multifinance masih belum mendapatkan multiplier effect secara optimal.

Pasalnya, supply kendaraan masih terbatas, akibat pembatasan kegiatan produksi di pabrik perakitan kendaraan dan dampak krisis ketersediaan semikonduktor (microchip) mobil di dunia.

"Hal lain yang kita lihat, di tengah naiknya demand kendaraan ini komposisi pembelian tunai semakin dominan. Tadinya untuk mobil 60 persen kredit sementara 40 persen cash, sekarang terbalik. Ini menjadi tantangan kita di 2021," jelasnya dalam diskusi virtual Bisnis Indonesia Economic Outlook 2021: 'Prospek Ekonomi Indonesia Pasca-Stimulus & Vaksinasi', Selasa (6/7/2021).

Menurut Suwandi, fenomena ini merupakan salah satu dari 6 tantangan besar para pemain industri multifinance di masa memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di 122 daerah wilayah Jawa-Bali, dan PPKM Mikro di 43 daerah luar Jawa-Bali hingga 20 Juli 2021.

Selain fenomena berkaitan pembiayaan sektor otomotif, tantangan lain yang tengah dihadapi industri pembiayaan, yaitu terbatasnya mobilitas karyawan terutama dalam hal penagihan, peningkatan cicilan macet dan restrukturisasi, kontraksi pertumbuhan piutang, biaya-biaya beban yang meningkat, serta masih terbatasnya sumber pendanaan untuk modal kerja.

"Dengan tantangan kita di 2021 ini, pertumbuhan piutang pembiayaan yang kita harapkan tumbuh, bahkan seperti sebelum pandemi, rasanya tidak akan terjadi karena penjualan mobil masih belum seperti periode 2019. Kita masih akan mengalami kontraksi dan pertumbuhan masih akan minus, melihat kondisi 6 bulan pertama periode ini," tambahnya.

Namun demikian, secara umum Suwandi mengungkap kinerja rasio keuangan industri pembiayaan masih terjaga selama periode 2021, terdorong prioritas dari para pelaku industri dalam menjaga kualitas piutang pembiayaan.

Antara lain, gearing ratio atau jumlah pinjaman dibandingkan modal sendiri perusahaan masih 2,03 kali, return on asset (ROA) 0,86 persen, dan return on equity (ROE) 2,44 persen.

Adapun, indikator beban operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO) 83 persen, dan tingkat non-performing financing (NPF) gross 3,74 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper