Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fintech Paylater dan P2P Lending Bakal Jadi 'Nyawa' Bank Digital, Ini Alasannya

fintech diincar karena biasanya mereka yang telah memiliki ekosistem tersendiri yang telah terbentuk, kemampuannya dari sisi teknologi untuk mengakomodasi nasabah berisiko tinggi pun sudah berjalan dan terbukti.
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Bank digital dan neobank akan berlomba memanfaatkan infrastruktur yang dimiliki para pemain teknologi finansial (tekfin/fintech). Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional. 

Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menjelaskan hal ini terjadi karena segmen bank digital dan neobank, nantinya bakal lebih mengarah ke ritel dan UMKM.

Fintech diincar karena biasanya telah memiliki ekosistem tersendiri yang telah terbentuk serta memiliki kemampuan dari sisi teknologi untuk mengakomodasi nasabah berisiko tinggi yang sudah berjalan dan terbukti.

Sebagai gambaran, para fintech ini biasanya bergerak di penyedia paylater situs dagang online tertentu, atau mengkhususkan diri memberikan permodalan UMKM produktif yang unbankable dan underserved.

"Jadi buat bank digital, lebih baik kolaborasi. Kalau dipegang sendiri, cost investasi teknologi sangat tinggi, juga membutuhkan waktu lama karena sistem itu kan berkembang terus, ya. Selain itu, kalau mau ambil risiko dia butuh SDM yang banyak, karena monitoring ke segmen ini jelas nggak mudah," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (5/8/2021).

Terlebih, di era pandemi ini, di mana permintaan kredit perbankan masih lesu. Sementara itu, untuk mengakomodasi kredit nasabah dengan risiko tinggi, masih terbilang sulit karena ketatnya regulasi dan potensi melambungnya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

"Makanya, kalau di bank konvensional sekarang pun mereka lagi suka chanelling ke fintech, kan, karena bunganya memang lumayan. Di samping yang terbesar larinya ke obligasi negara. Padahal margin dari sana tipis sekali, apalagi kalau ada sentimen The Fed, waduh, obligasi yang dipegang nanti harganya di bawah nilai pari," jelas Aviliani.

Alasan lain kenapa fintech bakal menjadi 'nyawa' para pemain bank digital dan neobank, yaitu karena dana pihak ketiga yang bisa dihimpun terbilang kecil. Nasabah yang berpotensi melakukan transaksi jumbo pun terbilang minim.

"Makanya, ekosistem ini biasanya mau mengincar dua. Punya [bank] konvensional iya, tapi juga punya yang digital. Karena yang konvensional itu untuk dana besar, handle yang corporate. Karena kalau ada kebutuhan pinjaman besar, Rp5 miliar misalnya, mana mau nasabah cuma lewat digital," tambahnya.

Oleh sebab itu, tak heran dalam beberapa tahun mendatang akan banyak bank-bank yang berusaha memiliki fintech atau startup mengambil ekosistem di dalamnya sebagai calon nasabah baru.

Sebaliknya, tren fintech dan startup 'berduit' berusaha menjadi pemilik bank-bank kecil untuk memiliki lisensi perbankan, untuk sekaligus menyediakan layanan bank digital pun bakal semakin marak.

"Ownership atau kepemilikan beberapa persen saham, itu supaya ada keterikatan. Kalau enggak, nanti bisa lari ke mana-mana, karena pemain jasa keuangan digital itu banyak sekali. Jadi ini memang zamannya ownership akan menggambarkan bagaimana langkah strategis bank atau fintech untuk berkembang dan mengakomodasi pasar lebih luas," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper