Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Sebut Masalah AJB Bumiputera Karena BPA 'Dablek' Sejak 1997. Ini Solusinya

Pasalnya, intervensi BPA di manajemen dinilai sangat dalam, termasuk misalnya dalam hal pengadaan barang. Di samping itu, kontradiktif dengan intervensi terkait operasional perusahaan, BPA justru tidak cepat tanggap terhadap permasalahan strategis dan tidak bisa mengambil keputusan.
Pemegang polis AJB Bumiputera 1912 berfoto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/4/2021) usai menyerahkan dokumen terkait panitia pemilihan BPA di perusahaan tersebut. /Dok. Istimewa
Pemegang polis AJB Bumiputera 1912 berfoto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/4/2021) usai menyerahkan dokumen terkait panitia pemilihan BPA di perusahaan tersebut. /Dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan, peran Badan Perwakilan Anggota (BPA) dan pengurus yang profesional merupakan kunci perbaikan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.

Seperti diketahui, sebagai perusahaan asuransi yang strukturnya mirip dengan koperasi, di mana tidak memiliki pemegang saham pengendali dan seluruh anggota/pemegang polis merupakan pemilik usaha, BPA posisinya sangat strategis.

Sayangnya, intervensi BPA di manajemen sangat dalam, termasuk misalnya dalam hal pengadaan barang. Di samping itu, kontradiktif dengan intervensi yang sangat dalam terkait operasional perusahaan, BPA justru tidak cepat tanggap terhadap permasalahan-permasalahan strategis.

Piter mencontohkan, sejak 1997-2002 di mana defisit ketika itu baru di kisaran Rp2,07 triliun, otoritas sudah pernah mengingatkan BPA agar independen dan tidak melakukan intervensi dalam pengelolaan perusahaan. Di samping perbaikan investasi dan program penyelesaian jangka pendek dan menengah.

Sayangnya, periode 2002 sampai 2010 defisit tidak lebih baik, justru mencapai Rp2,94 triliun. Ketika itu, regulator pun sampai-sampai memutuskan penyelamatan AJB Bumiputera karena khawatir dampak sistemik.

"Jadi sejak 1997 sudah kelihatan masalah utamanya ini karena BPA melakukan intervensi dalam pengelolaan," ujarnya dalam diskusi virtual Urgensi Pembentukan BPA dalam Penyelesaian AJB Bumiputera, Jumat (6/8/2021).

Masalah pun berlanjut, di mana periode 2010 sampai 2014 defisit mencapai Rp7,45 triliun. Dalam periode ini, otoritas terlihat sudah frustasi, sampai-sampai meminta rencana demutualisasi atau membuat Bumiputera menjadi berbasis PT.

Berlanjut ke periode 2014 sampai 2016 di mana defisit semakin memburuk sampai menyentuh Rp11,99 triliun. Ketika itu sudah ada tiga opsi, yaitu haircut kewajiban, pencabutan izin usaha, dan upaya penyehatan.

Regulator akhirnya memilih opsi penyehatan dengan menunjuk pengelola statuter, dan menariknya, ada perintah tertulis bahwa BPA dilarang mencampuri urusan PS. Hal ini berlanjut ke periode 2016 sampai 2018, di mana defisit menyentuh Rp18,5 triliun, dan lagi-lagi ada perintah tertulis bahwa BPA dilarang mencampuri urusan PS.

"Dari sini saja sudah terlihat bahwa yang ada di posisi BPA selama bertahun-tahun ini susah sekali menghilangkan intervensi, bahasa Jawa-nya dablek," tambahnya.

Terbaru, yaitu periode 2018 sampai sekarang, defisit telah mencapai Rp20,9 triliun. Nasi sudah menjadi bubur, walaupun sudah ada PP 87/2019 yang menegaskan posisi AJB Bumiputera sebagai asuransi mutual dengan payung hukum kuat.

Pasalnya, pengelolaan AJB Bumiputera menimbulkan beragam konflik, internal maupun dengan regulator. Puncaknya ada pada kekacauan kelembagaan, di mana terdapat aksi pecat direksi, dua komisaris merangkap tugas direksi, dan anggota direksi hanya tersisa satu.

"Jadi dari 1997 sampai sekarang, tampak memang BPA sangat strategis dan menentukan arah AJB Bumiputera. Sayangnya, posisi itu tidak dipergunakan dengan baik, yang muncul justru masalah tidak selesai, mereka melakukan intervensi tapi tidak bisa mengambil keputusan strategis, dan ujung-ujungnya justru berkonflik dengan regulator," ungkap Piter.

Seperti diketahui, kini posisi BPA masih kosong setelah orang-orang di dalamnya menjadi tersangka. Oleh sebab itu, Piter mengungkap sudah saatnya kini otoritas mengambil langkah tegas, di mana kekosongan BPA harus diakhiri.

Harapannya, manajemen AJB Bumiputera yang baik, bisa bergerak menghidupkan perusahaan yang saat ini mati suri. BPA bersama-sama dengan pengelola kemudian bisa menerapkan pasal 38 Anggaran Dasar dan menginisiasi sidang luar biasa untuk memutuskan apakah perusahaan akan dipertahankan tetap berdiri atau di likuidasi.

Apabila Sidang Luar Biasa memutuskan tetap berdiri, maka kerugian akan dibagi prorata di antara para anggota. Tatacara pembagian kerugian diatur dalam sidang BPA. Penerapan Pasal 38 AD AJB Bumiputera yang merupakan roh dari usaha bersama diyakini adalah solusi terbaik bagi AJB Bumiputera tanpa melibatkan negara.

"Kita berharap BPA dan pengurus nanti itu bisa koordinatif dengan otoritas. Selain itu, dengan SDM yang profesional, AJB Bumiputera bisa dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Di mana harus dari sekarang ini semua pemegang polis harus paham betul bahwa ini asuransi usaha bersama, mereka punya konsekuensi hukum sebagai pemilik dan ketika terjadi kerugian, ya, punya risiko ikut menanggung," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper