Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AJB Bumiputera 1912 Butuh Pengurus yang 'Nurut' Aturan OJK

Prioritas utama AJBB terkini harus secepatnya memiliki pengurus yang baik dan legitimate, serta pemilihan komisaris dan direksi yang profesional.
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera, di Jakarta, Selasa (7/11/2017)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA - Penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 butuh penanganan para profesional selaku direksi dan perwakilan anggota (BPA) yang memahami teknis operasional perusahaan asuransi jiwa.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menekankan bahwa sejak awal akar masalah AJBB memang berasal dari pengelolaan pengurus, terutama BPA yang melakukan intervensi terhadap kerja direksi.

AJBB sendiri adalah satu-satunya asuransi mutual di Indonesia. Mirip dengan koperasi, AJBB tidak memiliki pemegang saham pengendali, di mana seluruh anggota/pemegang polis merupakan pemilik usaha.

Pada 16 Maret 2021 manajemen AJBB, OJK, perwakilan pemegang polis, asosiasi agen, dan serikat pekerja telah menyepakati penetapan Panitia Pemilihan BPA melalui Pengadilan, di mana pembacaan keputusan oleh PN Jakarta Selatan rencananya digelar pada 1 September 2021.

Oleh sebab itu, Piter yang kebetulan merupakan pemegang polis AJBB dan juga terdampak gagal bayar ini mendorong pemegang polis bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama-sama mendukung pembentukan pengurus dan direksi AJBB dari kalangan profesional terbaik.

"Kita memahami bahwa persoalan yang perlu diselesaikan, yaitu melihat AJBB tidak mungkin menyelesaikan seluruh klaim nasabah, kalau tidak beroperasi kembali secara sehat. Karena asetnya cuma sekitar Rp7 triliun, tapi defisitnya sudah Rp20 triliun. Ini harus dipahami seluruh pemegang polis," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (31/8/2021).

Oleh sebab itu, Piter menilai prioritas utama AJBB terkini harus secepatnya memiliki pengurus yang baik dan legitimate, serta pemilihan komisaris dan direksi yang profesional.

Harapannya, bisnis asuransi jiwa AJBB bisa berjalan kembali dengan sehat, mampu menarik keuntungan, dan melunasi gagal bayar pemegang polis AJBB dengan dicicil sedikit demi sedikit. Ini dinilai lebih baik ketimbang defisit telanjur bengkak dan pemegang polis tak mendapat apa-apa.

"Saya berharap ada solusi ke depan, saya tidak ingin menyalahkan masa lalu. Solusi ke depan yang saya anggap paling masuk akal itu bangun lagi perusahaan ini, karena kalau kita biarkan rontok, uang saya tambah hilang. Harapannya, kalau bisa menjadi perusahaan asuransi besar, uang saya dan nasabah yang tertahan itu akan kembali walaupun entah kapan," tambahnya.

Turut hadir dalam diskusi ini, Direktur Utama PT MNC Life Assurance (MNC Life) Febriyani Sjofjan Yahya yang menyarankan agar stakeholder terkait segera membentuk lembaga penjamin polis, seperti lembaga penjamin simpanan di industri perbankan.

"Kami menyarankan dan mengharapkan berdirinya lembaga penjamin polis. Sehingga ketika nantinya ada perusahaan yang gagal bayar klaim bisa segera diselesaikan. Karena buat pelaku industri, kasus-kasus seperti Jiwasraya, Asabri, maupun di Bumiputera, dampaknya menurunkan kepercayaan masyarakat," ujarnya.

Menurutnya bahkan kecenderungan kepercayaan masyarakat sudah mulai tergambar dari tren penurunan premi asuransi jiwa pada dua tahun terakhir, kecenderungan nasabah mengajukan klaim nilai tebus, serta tren masyarakat cenderung menghindari asuransi yang mengandung investasi.

Selain itu, menurutnya edukasi untuk masyarakat dan nasabah pemegang polis AJBB sangatlah penting, menilik masih banyak yang belum memahami apa itu asuransi mutual. Sosialisasi dan diskusi yang nantinya digelar, harapannya juga mencakup gambaran langkah-langkah perbaikan AJBB.

Sementara itu, Direktur Kepatuhan, SDM & Manajemen Risiko Jiwasraya sekaligus Koordinator Jurubicara Restrukturisasi Jiwasraya Mahelan Prabantarikso menjelaskan benchmark penyelamatan AJBB dari kasus Jiwasraya.

Menurut Mahelan, peran OJK dalam mengatur regulasi asuransi sebenarnya sudah semakin membaik walaupun terlambat jauh ketimbang industri perbankan.

Ke depan, tinggal bagaimana regulator semakin ketat memitigasi perusahaan-perusahaan asuransi jiwa mana saja yang masih tidak menaati aturan main. Hal ini berkaca dari kasus Jiwasraya yang 'ambrol' karena penjualan produk Saving Plan, di mana produk tersebut menjanjikan return yang terlampau besar.

"Padahal asuransi jiwa itu potensinya besar dan dibutuhkan masyarakat. Jadi industri ini seharunya high regulated seperti perbankan. Berbagai ketentuan baru harus disambut optimistis, supaya masyarakat bisa membedakan mana perusahaan yang sehat dan tidak," jelasnya.

Selain lembaga penjamin polis, dia menilai perlu adanya UU Mutual atau Usaha Bersama untuk memitigasi konflik kepentingan di AJBB dari pemegang polis selaku pemegang saham yang menjadi pengurus.

"Pandangan saya, kalau sharing pain seperti Jiwasraya, mungkin nanti AJBB bisa membentuk perusahaan baru. Tapi sebelum itu, harus ada UU Perusahaan Mutual atau Usaha Bersama yang harus disusun, sehingga perusahaan asuransi jiwa mutual bisa beroperasi lebih baik," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper