Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Usul Moratorium Unit-link, Ini Tanggapan Pelaku Usaha Asuransi Jiwa

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan penjualan produk unit-link telah diatur dalam regulasi yang ketat.
Unit Linked. Berdasarkan data Departemen Perlindungan Konsumen OJK, pengaduan produk unit-link pada periode 2020 tercatat naik mencapai 593 layanan konsumen, dari 360 pada 2019. /istimewa
Unit Linked. Berdasarkan data Departemen Perlindungan Konsumen OJK, pengaduan produk unit-link pada periode 2020 tercatat naik mencapai 593 layanan konsumen, dari 360 pada 2019. /istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan akan terus bekerja sama dan berdiskusi dengan perusahaan anggota serta regulator dalam upaya memperbaiki tata kelola penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-link.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon dalam menanggapi usulan Komisi XI DPR RI untuk memoratorium penjualan asuransi unit-link seiring maraknya keluhan pemegang polis soal pelanggaran etika dan misselling dari para agen asuransi.

"Kalau memang ada kesalahan dari perusahaan asuransi maka akan diperbaiki oleh perusahaan asuransi. Tetapi jangan dilupakan ini menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia, produk unit link juga menghimpun dana investasi yang juga berguna untuk pembangunan Indonesia. Sesi diskusi dengan DPR itu menjadi suatu yang kami cermati dan akan kami sikapi untuk membawa industri asuransi jiwa ini semakin tumbuh dan membaik, semakin banyak masyarakat Indonesia yang terproteksi," ujar Budi, Rabu (8/12/2021).

Menurutnya, aturan terkait produk unit-link merupakan aturan produk asuransi yang paling ketat. Untuk memasarkan produk unit-link, agen harus memiliki sertifikasi level tertinggi yang dikeluarkan oleh AAJI. AAJI percaya semua anggotanya sangat memperhatikan segala ketentuan terkait produk unit-link, termasuk lisensi keagenan dan proses penjualan.

"Kami percaya bahwa pada saat proses jualan, agen asuransi jiwa sudah memberikan upaya mereka yang terbaik untuk menjelaskan karakteristik produk ini," katanya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa produk unit-link merupakan produk asuransi yang umum dipasarkan di berbagai negara, seperti Inggris, Singapura, Hong Kong, dan lainnya, tidak hanya ada di Indonesia. Selain itu, produk unit-link yang memiliki dua karakteristik, yakni fitur proteksi dan investasi, menjawab kebutuhan sebagian masyarakat yang memang menginginkan kemudahan memperoleh produk asuransi dan investasi sekaligus dalam satu produk.

Kepala Departemen Komunikasi AAJI Nini Sumohandoyo menuturkan, AAJI dan perusahaan anggota telah banyak melakukan literasi dan edukasi terkait produk unit-link. AAJI juga akan menjalankan rencana yang cukup agresif dalam memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat untuk memperkuat pemahaman produk asuransi jiwa unit-link.

"Ini tidak hanya upaya dari AAJI saya, tapi upaya dari seluruh perusahaan anggota, tenaga pemasar, stakeholders, regulator, mitra bsinis, praktisi hukum, dan sebagainya. Mudah-mudahan dengan adanya literasi dan edukasi ini, maka produk unit link bisa lebih dipahami oleh masyarakat, begitu juga adanya peningkatan profesionalisme tenaga pemasar dalam menjelaskan kepada masyarakat agar perlindungan konsumen berjalan dengan baik," kata Nini.

Adapun, AAJI menyampaikan bahwa produk unit-link masih mendominasi perolehan premi industri asuransi jiwa dengan kontribusi sebesar 62,5 persen dari total pendapatan premi. Hingga kuartal III/2021, pendapatan premi produk asuransi jiwa unit-link mencapai Rp93,31 triliun atau naik 9 persen year-on-year (yoy), sementara produk bertipe tradisional mencapai Rp56,04 triliun atau naik 15,7 persen yoy.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat panja industri jasa keuangan dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Komunitas Korban Asuransi AXA Mandiri, AIA, dan Prudential, Senin (6/12/2021),  Anggota Komisi XI DPR Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mengungkap kekecewaan terhadap divisi Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK karena dinilai telah lalai dalam pengawasan tata kelola perusahaan asuransi di lapangan.

"Kalau menunggu OJK melakukan revisi aturan, tidak menyelesaikan masalah yang ada. Karena sebelum [aturan] resmi terbit, pasti perusahaan juga sudah punya cara bagaimana bisa mengeruk keuntungan. Kita bisa melakukan moratorium, karena sudah ada pengalaman juga sebelumnya ada produk keuangan lain yang bermasalah dan bisa kita hentikan penjualannya," ujarnya.  

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Puteri Anetta Komarudin sepakat bahwa harus ada tindakan yang nyata terkait keluhan para korban asuransi unit-link, di mana pihaknya mencatat unit-link menjadi salah satu sumber aduan masyarakat terkait lembaga jasa keuangan, tepatnya mencapai 593 pengaduan di tahun ini.  

"Ini meningkat karena pada 2019 cuma ada 360 aduan dan ketika pandemi kemarin kami dengar ada 3 juta nasabah yang menutup polis unit link miliknya. Jadi kalau bisa produk ini ada moratorium dahulu, seperti saat ini di industri fintech peer-to-peer lending yang terdampak kasus pinjol [pinjaman online ilegal]," jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper