Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Fintech Aggregator 'Nakal', OJK Kaji Aturan Khusus Buat Para Pemain

Klaster aggregator tercatat telah menjadi yang paling ramai pemain terdaftar, tepatnya mencapai 31 platform di regulatory sandbox OJK.
Ilustrasi solusi teknologi finansial/flickr
Ilustrasi solusi teknologi finansial/flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap urgensi adanya regulasi khusus buat penyelenggara teknologi finansial (tekfin/fintech) klaster aggregator.

Sebagai informasi, fintech aggregator menjadi salah satu klaster yang masih termasuk ke dalam inovasi keuangan digital (IKD/objek regulatory sandbox) atau belum mendapatkan aturan khusus seperti P2P lending, securities crowdfunding, project financing, dan marketplace jasa investasi.

Kepala Group Inovasi Keuangan Digital OJK, Triyono Gani mengungkap bahwa walaupun belum memiliki aturan khusus, klaster aggregator tercatat telah menjadi yang paling ramai pemain terdaftar, tepatnya mencapai 31 platform di regulatory sandbox.

Pengguna fintech yang bertugas membandingkan dan menghubungkan pengguna dengan beragam produk jasa keuangan ini bisa dikatakan sudah semakin banyak. Oleh sebab itu, OJK berharap para platform aggregator bisa mengoptimalkan perannya dalam mengedukasi masyarakat.

"Agregator itu klaster yang sangat penting karena menjadi pintu masuk nasabah berkenalan dengan produk jasa keuangan. Di situ juga bisa berperan fungsi edukasi dan literasi, selain tentu saja akhirnya meningkatkan inklusi keuangan," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (23/12/2021).

Triyono menjelaskan bahwa fungsi regulasi khusus pun akan mempermudah OJK dalam melakukan pengawasan terhadap para platform. Pasalnya, walaupun kebermanfaatannya besar, platform aggregator juga bisa membahayakan nasabah.

"Risiko dari klaster ini ada pada perlindungan nasabah karena apabila terjadi salah informasi, maka akan menimbulkan kesalahan dalam pemanfaatan jasa keuangan. Salah satu contohnya itu ikut dalam penjualan produk jasa keuangan ilegal," tambahnya.

Triyono mengungkap apabila sebuah platform aggregator sudah terkenal dan dipercaya masyarakat, semua produk yang sudah masuk ke platform tersebut bisa membuat calon nasabah berasumsi bahwa produknya baik.

"Maka, harus ada sistem pengawasan market conduct. Kami pun sudah cabut status terdaftar salah satu agregator yang ketahuan memasarkan produk keuangan ilegal. Sanksinya harus keras dan untuk itu, agregator ini perlu diawasi dengan baik," tutupnya.

Sebelumnya, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) juga telah menerbitkan White Paper Studi Tata Kelola Model Bisnis dan Penyelenggara Aggregator dalam Mendorong Inklusi Keuangan dan Ekonomi di Indonesia yang dirilis pada November 2021.

Studi yang melibatkan asosiasi, para pemain aggregator terdaftar sebagai anggota AFTECH, dan pihak profesional independen ini setidaknya menghasilkan 6 rekomendasi untuk OJK terkait tata kelola fintech dengan model bisnis aggregator.

Antara lain, perlunya definisi yang luas, koridor tertentu terkait aturan kerja sama dengan institusi finansial lain, rangkap jabatan direksi atau pengurus platform, arus uang dari pengguna, perlindungan konsumen, dan penerapan regulatory technology untuk pengawasan para pemain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper