Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Larang Ekspor Batu Bara, Begini Dampaknya bagi Industri Asuransi

Berdasarkan data AAUI sampai dengan kuartal III/2021, premi dicatat industri asuransi umum dari lini bisnis asuransi marine cargo mencapai Rp2,71 triliun.
Proses pengapalan batu bara dari conveyor belt ke kapan tongkang./abm-investama.com
Proses pengapalan batu bara dari conveyor belt ke kapan tongkang./abm-investama.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai kebijakan pemerintah yang melarang ekspor batu bara sepanjang 1-31 Januari 2021 tidak akan berdampak signifikan terhadap bisnis asuransi pengangkutan atau marine cargo.

Menurut Ketua Umum AAUI Hastanto Sri Margi Widodo, meski ada potensi penurunan premi asuransi marine cargo akibat kebijakan pelarangan ekspor batu bara, perusahaan asuransi setidaknya masih memiliki pangsa pasar domestik. Ia tak melihat kebijakan tersebut akan mengganggu bisnis asuransi, justru ia melihat hal ini sebagai upaya pemerintah dalam mengutamakan kepentingan nasional.

"Tentunya kita harus melihat kepentingan bangsa yang lebih besar terkait peraturan ini. Saya rasa penurunan premi asuransi marine cargo dampaknya minim dibandingkan jika tidak ada pengiriman batu bara untuk pembangkit listrik kita. Asuransi cargo pun akan masih ada pangsa untuk pengiriman domestiknya," ujar Widodo kepada Bisnis, Senin (3/1/2022).

Di sisi lain, ia juga tak melihat pelarangan ekspor ini akan berdampak terhadap kenaikan klaim. Dia menuturkan, pengiriman batu bara ekspor biasanya berupa ship-to-ship transhipment atau dari tongkang langsung ke kapal induk dan batu bara yang sudah dimuat dikapal biasanya telah memiliki izin ekspor. Artinya, potensi klaim akibat kegagalan pengiriman batu bara tidak mungkin terjadi atau minim sekali potensinya.

Sedangkan terkait asuransi rangka kapal atau marine hull, menurut Widodo, pelarangan ekspor juga tidak berdampak signifikan. Hal ini mengingat kegiatan ekspor batu bara kebanyakan menggunakan kapal tramper asing.

Berdasarkan data AAUI sampai dengan kuartal III/2021, premi dicatat industri asuransi umum dari lini bisnis asuransi marine cargo mencapai Rp2,71 triliun. Perolehan ini tumbuh 9 persen dibandingkan periode yang sama di 2020 sebesar Rp2,49 triliun. Kontribusi dari lini bisnis ini menempati posisi kelima terbesar atau mencapai 4,9 persen terhadap total premi dicatat industri asuransi umum.

Sementara itu, premi dicatat dari lini bisnis asuransi marine hull tercatat mencapai Rp1,65 triliun atau tumbuh 9,5 persen dibandingkan kuartal III/2020 yang mencapai Rp1,5 triliun. Kontribusi lini bisnis asuransi marine hull mencapai 3 persen terhadap total premi dicatat industri asuransi.

Widodo mengatakan, pertumbuhan premi kedua lini bisnis tersebut didorong adanya peningkatan ekspor dan pengiriman barang dalam negeri meningkat.

"Itu lebih ke arah memang ekspor atau logistik meningkat dan shipping antarpulau dengan kapal berbendera Indonesia," katanya.

Sebelumnya, Widodo yang juga merupakan Presiden Direktur PT Asuransi Bintang Tbk. (ASBI) menyampaikan bahwa perusahaannya berhasil mencatatkan pertumbuhan dari lini bisnis marine hull dan marine cargo. Pertumbuhan terbesar berasal dari produk marine hull yang tumbuh sebesar 78 persen.

"Produksi bertumbuh pada produk engineering sebesar Rp2,9 miliar atau tumbuh 40 persen, marine hull tumbuh Rp33,9 miliar atau 78 persen, dan marine cargo tumbuh Rp4 miliar atau 35 persen," ujar Widodo dalam Public Expose secara virtual, Selasa (28/12/2021).

Adapun, asuransi properti merupakan kontributor utama pendapatan premi perseroan dengan porsi 44 persen. Disusul oleh asuransi marine hull yang berkontribusi sebesar 24 persen, kendaraan bermotor 11 persen, varia 13 persen, marine cargo 5 persen, dan engineering sebesar 3 persen.

Sementara itu, secara keseluruhan sampai dengan September 2021, ASBI membukukan premi bruto senilai Rp327,22 miliar atau turun 2,67 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp336,19 miliar.

Adapun, Kementerian ESDM memutuskan untuk melakukan pelarangan ekspor batu bara pada periode 1–31 Januari 2022, guna menjamin ketersediaan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik dalam negeri.

Larangan ini kemudian diperkuat dengan surat larangan sementara pengapalan ekspor muatan batu bara yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Melalui surat dengan Nomor UM.006/25/20/DA-2021, para pengusaha pelayaran diimbau tidak melayani pengapalan muatan batu bara yang akan diekspor dengan kapal yang dimiliki dan atau diageni selama periode sebulan, yaitu 1-31 Januari 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper