Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Acuan Diproyeksi Tetap, BI Bakal Mulai Tapering di Awal Tahun

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa kebijakan BI mempertahankan suku bunga akan dipengaruhi oleh pertimbangan nilai tukar rupiah yang stabil dan tingkat inflasi yang tetap terkendali.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 3,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa kebijakan tersebut mempertimbangkan nilai tukar rupiah yang stabil dan tingkat inflasi yang tetap terkendali.

“BI diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuannya sepanjang ekspektasi inflasi terkendali meskipun Fed sudah memberikan sinyal bahwa akan mulai menaikkan FFR [Federal Funds Rate] pada FOMC Maret 2022 setelah proses tapering selesai pada bulan tersebut,” katanya kepada Bisnis, rabu (19/1/2022).

Josua menyampaikan, stance kebijakan moneter pada 2022 akan ditujukan untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah normalisasi kebijakan moneter negara maju.

BI diperkirakan akan melakukan tapering dengan mengurangi secara bertahap penambahan likuiditas perbankan. Selanjutnya, ketika tekanan inflasi cenderung meningkat, maka BI diperkirakan akan mempertimbangkan suku bunga acuan.

Josua mengatakan, meski the Fed diperkirakan akan lebih awal menaikkan suku bunga acuan, dampaknya pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia, diperkirakan tidak separah dibandingkan normalisasi kebijakan moneter pada 2013 lalu yang ditandai dengan taper tantrum.

Pada periode 2014-2015, rupiah sempat terdepresiasi hingga 14,1 persen, diikuti oleh kenaikan yield obligasi 10 tahun sebesar 65 bps.

“Pada kondisi tersebut, BI hanya menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps. Pada kondisi saat ini, sejak dimulainya tapering pada November 2021, rupiah hanya bergerak melemah sekitar 0,1 persen,” jelasnya.

Kondisi keseimbangan eksternal Indonesia saat ini pun, kata dia, lebih solid dibandingkan dengan kondisi tahun 2013, terindikasi dari neraca transaksi berjalan yang lebih rendah dari kondisi normal bahkan berpotensi mengalami surplus pada 2021.

Hal ini disertai dengan solidnya posisi cadangan devisa yang merupakan bantalan utama untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Lebih lanjut, proporsi kepemilikan investor asing terhadap SBN saat ini relatif rendah jika dibandingkan dengan proporsinya pada tahun 2013 yang lalu berimplikasi pada tingkat kerentanan yang lebih rendah. Oleh sebab itu, BI akan mulai menaikkan suku bunga acuannya ketika sinyal tekanan inflasi domestik mulai meningkat,” kata Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper