Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah Pemain Multifinance Terganjal Masalah Permodalan, Siapa Minat Caplok?

OJK mencatat terdapat 22 pemain yang belum dapat memenuhi ketentuan terkait permodalan. Mereka yang belum mampu memenuhi harus cepat-cepat merancang strategi aksi korporasi.
Ilustrasi multifinance / Bisnis.com
Ilustrasi multifinance / Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap pelaku industri pembiayaan yang masih terganjal masalah permodalan segera menggodok rencana aksi korporasi, apabila masih berniat meneruskan bisnis dan mempertahankan perizinannya.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan menjelaskan sesuai regulasi tentang penyelenggaraan usaha multifinance alias POJK 35/2018, ada tiga jenis masalah permodalan yang bisa menimpa para pemain.

Pertama, yang paling dasar, yaitu pemenuhan ekuitas minimum Rp100 miliar. Kedua, pemenuhan rasio modal sendiri terhadap modal disetor minimum 50 persen. Ketiga, pemenuhan rasio permodalan minimum 10 persen.

"Berdasarkan hasil monitoring terhadap 162 perusahaan pembiayaan, terdapat 22 pemain atau 13,58 persen yang belum dapat memenuhi ketentuan terkait permodalan. Ada juga beberapa pemain yang masih melanggar lebih dari satu ketentuan," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (19/1/2022).

Secara terperinci, OJK mencatat 12 multifinance yang terdiri dari 11 pemain segmen konvensional dan 1 pemain segmen syariah, belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.

Terbanyak, soal rasio modal sendiri terhadap modal disetor minimum sebesar 50 persen masih dilanggar oleh 14 multifinance, terdiri dari 12 pemain segmen konvensional dan 2 pemain segmen syariah.

Terakhir, yang belum memenuhi rasio permodalan minimal 10 persen, tercatat ada 6 multifinance, terdiri dari 5 pemain segmen konvensional dan 1 pemain segmen syariah.

"Saat ini OJK terus mendorong para pemain tersebut untuk dapat melakukan upaya-upaya strategis agar dapat segera memenuhi ketentuan permodalan yang disyaratkan. Misalnya, berupa penambahan modal dari pemegang saham existing, kerjasama dengan strategic investor, maupun upaya strategis lainnya," tambahnya.

Bambang menjelaskan bahwa sepanjang tahun lalu, beberapa pemain perizinannya terpaksa harus dicabut oleh OJK, atau para pemain sendiri menyatakan menyerah, kemudian secara suka rela mengembalikan status perizinan.

Sebagian yang berhasil melakukan penyelamatan, karena mereka mendapat suntikan modal dari pemegang sahamnya. Selain itu, terdapat juga 2 pemain yang berhasil bertahan dengan melakukan penggabungan usaha perusahaan pembiayaan, sementara 3 pemain berhasil bertahan setelah diambil alih oleh investor baru.

Sebagai contoh, emiten pembiayaan sektor alat berat PT Intan Baruprana Finance Tbk. (IBFN) merupakan salah satu pemain yang masih menanti kehadiran investor baru. Sampai awal 2022 ini, IBFN belum menyalurkan pembiayaan lagi.

Sebagai informasi, multifinance terafiliasi PT Intraco Penta Tbk. (INTA) ini masih belum memenuhi ketentuan minimal atas rasio permodalan, rasio modal sendiri-modal disetor, gearing ratio, dan ketentuan ekuitas minimum.

"Sampai saat ini, kami masih berfokus pada pencarian investor, yang akan membawa fresh fund ke IBFN. Sehingga tersedia modal kerja yang cukup untuk pembiayaan," jelas Direktur Keuangan IBFN Alexander Reyza kepada Bisnis.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno sempat mengungkap bahwa ke depan, para perusahaan ini mau tidak mau memang harus mengambil jalan keluar lewat merger, bergabung, atau menawarkan diri ke investor baru.

Pasalnya, kekuatan permodalan merupakan langkah awal untuk mendapatkan kepercayaan bank dan investor surat utang yang akan menjadi sumber pendanaan operasional usaha. Dengan kata lain, menjaga pemain untuk tetap kompetitif di tengah persaingan industri pembiayaan yang makin ketat dan beragam.

"Perusahaan pembiayaan memang harus memiliki kekuatan ekuitas. Karena kita bergerak di sektor keuangan, kita tidak bisa hanya modal tanggung untuk bertahan di industri yang menghendaki kapital tinggi ini," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper