Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbit Asuransi Kredit Diminta Tinjau Ulang Bisnis dan Pencadangan

Penerbit polis asuransi kredit diminta mengantisipasi terjadinya klaim asuransi kredit di masa mendatang, terutama pasca-kebijakan relaksasi kredit yang diperpanjang hingga 2023. 
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku usaha reasuransi mendorong perusahaan asuransi penerbit polis asuransi kredit untuk melakukan peninjauan ulang terhadap bisnis asuransi kredit dan pencadangannya. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya klaim asuransi kredit di masa mendatang, terutama pasca-kebijakan relaksasi kredit yang diperpanjang hingga 2023. 

Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia atau Nasional Re Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan, asuransi kredit berperan penting untuk menyokong perbankan dalam menghadapi potensi risiko kredit macet setelah normalisasi kebijakan relaksasi kredit diberlakukan.

Selain manajemen risiko yang dilakukan oleh perbankan, sebagai penerbit polis asuransi kredit perusahaan asuransi juga harus melakukan mitigasi dengan menetapkan term and condition polis yang sesuai kebutuhan risiko dan batas, serta jaminan asuransi. Perusahaan asuransi harus memastikan tarif premi asuransi kredit yang ditetapkan setara dengan risiko yang ditanggung dan menetapkan pencadangan teknis yang tepat dengan perhitungan aktuaria yang menunjukkan dinamika usaha ke depan.

"Saat ini, produk lini bisnis asuransi kredit menunjukkan figur loss ratio yang tinggi, sehingga jika tidak dikelola dengan baik akan berakibat buruk bagi kinerja perusahaan asuransi. Sejalan dengan hal tersebut, sesi pertanggungan ulang risiko ke reasuradur juga memunjukkan figur yang buruk pula. Jika pada titik yang paling dalam ternyata premi asuransi kredit yang diterima penanggung tidak cukup untuk membayarkan liability, maka akan terjadi kegaduhan di industri asuransi dan industri perbankan. Hal ini akan berdampak kepada kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakat dan negara secara umum," ujar Dody kepada Bisnis, Senin (24/1/2022).

Dengan demikian, Dody menilai, produk asuransi kredit perlu dilakukan review dan menempatkannya di posisi yang lebih dapat dikendalikan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Menurutnya, perusahaan asuransi, termasuk juga reasuransi sebagai reasuradur, perlu melakukan diskusi komprehensif dengan tertanggung atau kreditur agar prinsip manajemen risiko dapat diterapkan dengan baik dalam proses pemberian kredit.

Dody menuturkan, pihak reasuradur juga sebaiknya mendapatkan akses terhadap data untuk memantau profil risiko. Dengan demikian, tertanggung dan penanggung akan memiliki risk appetite yang sama untuk menjaga profil risiko yang baik.

"Pihak reasuradur akan mendukung penuh review terhadap proses bisnis asuransi kredit ini, di mana di saat yang sama pemerintah juga memperpanjang relaksasi kredit. Untuk itu perlu juga menjadi perhatian semua pihak agar kegiatan perbankan dan perasuransian dapat dijalankan dengan prinsip manajemen risiko yang baik dan governance," katanya.

Senada, Benny Waworuntu, Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan perusahaan reasuransi lainnya akan melakukan konsolidasi dengan perusahaan asuransi untuk meminimalisir dampak dari risiko kredit.

Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir ini, bisnis asuransi kredit cukup membuat goncangan yang signifikan terhadap industri sehingga memerlukan adanya mitigasi risiko, mulai dari peninjauan secara komprehensif terkait term and condition polis, penetapan tarif premi, hingga pencadangan dari perusahaan.

"Perusahaan asuransi sendiri harus konsolidasi dengan perbankan dan multifinance, dengan kami [reasuransi] juga. Menurut saya, kami harus duduk bareng melihat ini secara komprehensif karena kami melihat ini positive problem. Problem-nya di mana belum bisa mitigasi risiko dengan benar, pencadangan, pencatatan, pengelolaan mungkin belum benar. Tapi positifnya, bisnisnya ada dan besar. Apalagi, pemerintah lewat perbankan untuk dorong sektor riil mereka harus gencarkan kredit. Kami harus benahi diri untuk bisa memproteksi ini dengan benar," kata Benny kepada Bisnis.

Dia menilai disiplin pencadangan perusahaan asuransi dan reasuransi juga menjadi penting. Indonesia Re yang juga memiliki portofolio asuransi kredit akan fokus melakukan pencadangan agar siap menghadapi potensi klaim yang besar di masa mendatang.

"Ke depan kami memang betul-betul menempatkan cadangan jadi fokus kami walaupun memang secara profit and loss kami agak terganggu karena kami harus menempatkan cadangan yang cukup besar. Lebih baik begitu daripada nanti laba naik, tapi ketika terjadi klaim-klaim besar-besaran kami kena hit lebih dalam lagi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper