Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Anyar Fintech Bakal Dongkrak Aksi Merger & Akuisisi, Termasuk IPO? 

Ketentuan baru untuk dari OJK diperkirakan mendorong aksi merger dan akuisisi hingga IPO perusahaan fintech.
Ilustrasi pinjaman online. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Ilustrasi pinjaman online. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Regulasi terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk industri teknologi finansial (tekfin/fintech) pendanaan bersama (P2P lending), diperkirakan memacu aktivitas merger dan akuisisi di sektor tersebut.

Sebagai gambaran, hal ini menilik aturan baru telah dilengkapi dengan mekanisme terperinci terkait perubahan kepemilikan suatu entitas fintech, perubahan anggaran dasar dan sistem elektronik termasuk status sebagai perusahaan terbuka, penambahan model bisnis, penggabungan dan peleburan, sampai standar pelaksanaan RUPS.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengungkap pihaknya mengapresiasi banyak hal baru yang OJK akomodasi dalam regulasi baru tersebut, termasuk bagaimana metode merger dan akuisisi, hingga potensi para pemain bisa melantai di bursa (IPO). 

Asosiasi pun telah mengirimkan pendapat dan masukan secara resmi terkait regulasi baru tersebut kepada OJK, dengan harapan bisa membawa industri semakin matang dan diisi para pemain yang kuat. 

"Terkait penggabungan dan peleburan kami sangat mengapresiasi, karena potensi konsolidasi di antara para pemain itu terbuka lebar. Karena industri ini didominasi startup, yang di suatu titik akan menemui pilihan apakah tetap berjalan sendiri atau menjadi lebih kuat lewat bersatu dengan startup lain," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (13/2/2022). 

Namun, pria yang juga Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree) ini menjelaskan walaupun regulasi ini telah membuka segala potensi perkembangan bisnis para pelaku industri, realisasinya di lapangan akan bergantung ke masing-masing pemain. 

Terlebih, soal meraup dana dari pasar modal, yang buat para pemain P2P lending terbilang masih terlalu jauh dan belum bisa terbayangkan. 

"Kita masih pada tahap eksplorasi potensi terkait dengan IPO. Karena tentu salah satu pertimbangannya soal kesiapan investor ritel. Bisnis berbasis teknologi berbeda dengan traditional business, dan benchmark yang digunakan juga harus berbeda dengan yang biasanya terhadap perusahaan konvensional," tambahnya. 

Adapun, Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengungkap bahwa regulasi baru akan membuka peluang para pemain industri P2P lending lebih cepat berakselerasi dari segi kapasitas bisnis. 

Pasalnya, tak jarang perusahaan atau platform startup lain yang masih tertarik ikut menyajikan layanan pinjam-meminjam secara digital. Alhasil, apabila para pemain baru yang notabene memiliki kapasitas kapital lebih besar ini mulai masuk, kompetisi di antara pemain pun berpotensi lebih ketat daripada sebelumnya. 

"Mereka yang baru mau masuk [ke industri P2P lending] itu punya kesempatan membangun platform sendiri, kemudian mengajukan izin secara mandiri. Tapi bisa juga lewat men-support pemain eksisting yang sudah berizin, dengan cara berkonsolidasi," jelasnya kepada Bisnis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper