Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Proyeksi Suku Bunga Acuan The Fed Naik 7 Kali Tahun Ini, Rupiah Aman?

BI akan merespons dengan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Berdasarkan faktor fundamental, imbuhnya, nilai tukar rupiah cenderung dapat terjaga stabil.
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020).  Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat (AS), the Fed, telah menaikkan suku bunga acuan pertamanya tahun ini sebesar 25 basis poin (bps).

Kenaikan suku bunga tersebut guna merespons tingkat inflasi yang terus melonjak di negara itu, sejalan juga dengan implikasi dari kenaikan harga komoditas energi global.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan suku bunga acuan the Fed atau Fed Funds Rate (FFR) akan dinaikkan sebanyak tujuh kali pada 2022.

“Asesmen kami menunjukkan FFR yang semula diperkirakan lima kali menunjukkan ada kemungkinan FFR naik tujuh kali, termasuk yang sudah dinaikkan [bulan ini],” katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/3/2022).

Di samping Bank Sentral AS, bank sentral di Eropa juga menyampaikan adanya kemungkinan akselerasi normalisasi kebijakan moneter.

Perry mengatakan, dampak dari kenaikan FFR sudah terlihat pada kenaikan tingkat imbal hasil atau yield dari US Treasury hingga 1,9 persen.

Dia memperkirakan yield US Treasury masih berpotensi mengalami kenaikan hingga menjadi 2,3 persen. Kondisi ini akan mendorong peningkatan yield dari Surat Berharga Negara (SBN) yang saat ini sudah mendekati level 6,8 persen.

Dalam hal ini, Perry mengatakan BI akan merespons dengan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Berdasarkan faktor fundamental, imbuhnya, nilai tukar rupiah cenderung dapat terjaga stabil.

Dari sisi teknikal, termasuk adanya eskalasi geopolitik Rusia dan Ukraina diperkirakan tidak akan berdampak banyak pada stabilitas nilai tukar rupiah.

“Rupiah hingga 16 Maret 2022 memang depresiasi 0,42 persen tapi dibandingkan negara lain seperti Malaysia, India, dan Filipina, depresiasi Indonesia jauh lebih rendah, ini menunjukkan perkembangan nilai tukar rupiah lebih dipengaruhi faktor fundamental,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper