Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bersiap! BI Menaikkan GWM Bank Konvensional Hingga Syariah Bertahap, Ini Skemanya

Bank Indonesia akan mulai menerapkan aturan GMW baru mulai 1 Juni 2022 mendatang hingga kembali normal menjadi 9 persen pada September nanti.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8/2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyampaikan akan menaikkan kembali atau melakukan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan giro wajib minimum (GWM) rupiah secara bertahap. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa penyesuaian secara bertahap giro wajib minimum (GWM) rupiah. 

"Kewajiban minimum GWM rupiah untuk bank umum konvensional yang saat ini sebesar 5 persen akan naik menjadi 6 persen mulai 1 Juni 2022," kata Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 dan 24 Mei 2022, Selasa (24/5/2022).

Aturan giro minimum ini akan kembali dikerek menjadi 7,5 persen pada 1 Juli 2022, dan menjadi 9 persen mulai 1 September 2022.

"Kewajiban minimum GWM rupiah untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah yang saat ini 4 persen naik menjadi 4,5 persen mulai 1 Juni 2022, menjadi 6 persen mulai 1 Juli 2022 dan menjadi 7,5 persen mulai 1 September 2022," katanya.

Bagi perbankan yang memenuhi GWM ini, BI akan memberikan remunerasi sebesar 1,5 persen bagi perbankan yang memenuhi GWM setelah memperhitungkan insentif penyaluran kredit di sektor prioritas dan UMKM.

“Penyesuaian secara bertahap giro wajib minimum rupiah pada tahap I dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha, serta partisipasi perbankan dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN,” kata Perry.

GMW adalah simpanan yang wajib ditempatkan oleh perbankan di Bank Indonesia. Dengan kenaikan GMW ini maka bank akan mengerem kredit yang dikucurkan seiring pemenuhan kewajiban terlebih dahulu. Ujungnya, ekspansi dunia usaha akan melambat seiring kredit yang lebih ketat sehingga pada akhirnya menahan laju inflasi.

Perry mengungkapkan, pada April 2022, rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) masih tinggi, yaitu mencapai 29,38 persen.

“Dan karenanya tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 9,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy),” jelasnya.

Selain itu, Perry menambahkan likuiditas yang terjaga juga didukung oleh dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh tinggi sebesar 10,11 persen yoy.

Sementara itu, dalam rangka koordinasi fiskal moneter sebagaimana tertuang dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang berlaku hingga 31 Desember 22 2.

Lebih lanjut, BI juga melanjutkan pemberian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022, upaya ini dilakukan dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

“Jumlahnya sebesar Rp30,17 triliun, data hingga 23 Mei 2022 baik melalui mekanisme lelang utama greenshoe option maupun private placement,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper