Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Peta Ekosistem Bank Digital, Mulai dari BBHI, ARTO, hingga BBYB

Sejumlah bank digital di Indonesia terlihat semakin agresif untuk memperkuat ekosistemnya, mulai dari Allo Bank, Bank Jago, hingga Bank Neo Commerce. Berikut ini daftar bank digital beserta ekosistem kepemilikannya.
Karyawati beraktivitas di sekitar logo Bank Neo Commerce di Jakarta, Kamis (19/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di sekitar logo Bank Neo Commerce di Jakarta, Kamis (19/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena bank digital semakin menarik perhatian. Berbicara bank digital, tak puas rasanya jika tak menengok peta ekosistem di balik keberadaan bank digital di Indonesia.

 

Pasalnya, bank-bank digital di Indonesia terlihat semakin agresif untuk memperkuat ekosistemnya guna menjaga daya saing di kalangan bank digital.

 

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyebut bank digital yang tidak memiliki ekosistem bisnis tidak akan dapat bertahan lama. Lantas ekosistem bank digital siapa yang paling kuat?

 

Berikut ini daftar bank digital beserta ekosistem kepemilikannya:

 

1.       Allo Bank

PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) mengklaim sebagai bank digital yang hadir untuk mewujudkan semua kebutuhan nasabah, mulai dari segi finansial hingga hiburan yang didapatkan melalui Allo Apps.

Sebelum menjadi Allo Bank, perusahaan milik konglomerat Chairul Tanjung atau akrab disapa CT ini bernama PT Bank Arta Griya pada 1992, kemudian berubah nama pada 1993 menjadi PT. Bank Harda Griya atau Bank Harda.

Lalu, pada 1996 berubah nama kembali menjadi PT Bank Harda Internasional (BHI). Kemudian, pada 2015, BHI melakukan Penawaran Saham Perdana (IPO) kepada masyarakat.

Tahun 2021, BHI resmi diakuisisi oleh PT Mega Corpora, perusahaan milik CT, dan mendapatkan persetujuan OJK pada Maret. Pada Juni 2021, PT Bank Harda Internasional Tbk. resmi berganti nama menjadi PT Allo Bank Indonesia Tbk.

CT pun mematok target jumlah nasabah minimal 10 juta pengguna sampai akhir 2022. Bila misi ini tercapai, CT juga yakin dalam jangka panjang nasabah BBHI potensial menembus angka 35 juta.

Dengan demikian, ekosistem yang dimiliki Allo Bank berada di bawah kepemilikan CT Corp  yang memiliki beragam usaha, mulai dari PT Trans Retail Indonesia hingga yang terbaru adalah AlloFresh.

Untuk AlloFresh sendiri, CT Corp menjalin kerja sama dengan PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA), entitas usaha EMTK. Di sana, EMTK mengucurkan investasi BUKA senilai Rp777,77 miliar ke AlloFresh, melalui bisnis patungan ini, pelanggan AlloFresh dapat memanfaatkan teknologi milik BUKA untuk melakukan pemesanan.

2.       Bank Jago

Bank digital milik konglomerat Jerry Ng ini sebelumnya dikenal sebagai PT Bank Artos Indonesia Tbk. (Bank Artos). Di 2020, perseroan berganti nama menjadi PT Bank Jago Tbk.

Masih di tahun yang sama, Gojek, melalui bisnis layanan keuangan dan pembayaran digital Gopay, masuk menjadi pemegang saham. Pada 2021, Sovereign wealth fund (SWF) asal pemerintah Singapura, GIC Private Limited memberikan komitmen dengan menyuntikkan dana untuk memperkuat Jago dalam berinovasi memberikan solusi keuangan digital terbaik.

Adapun, Bank Jago kembali mengembangkan bisnisnya dengan masuk ke ekosistem entitas gabungan Gojek dan Tokopedia (GoTo). Sejak saat itu, sejumlah kolaborasi bisnis antara ARTO dan GoTo terjadi. Apalagi setelah Gojek dan Tokopedia resmi merger pada Mei 2022.

Tak hanya itu, Bank Jago juga menjalin kerja sama dengan reksa dana online Bibit dan platform saham Stockbit. Sementara itu, hingga akhir Maret 2022, Bank Jago memiliki 2,3 juta nasabah funding. Jumlah ini merefleksikan peningkatan 71 persen bila dibandingkan realisasi 1,4 juta nasabah pada akhir 2021.

Bank Jago berkeinginan untuk menjadi bank berbasis teknologi yang terintegrasi di berbagai ekosistem digital Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar ritel, pelaku Usaha Kecil & Menengah, dan mass-market.

3.       Bank Neo Commerce

Bank digital lainnya, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB). Bank yang dinahkodai oleh Tjandra Gunawan ini melakukan soft launching aplikasi bank digital pada Maret 2021.

Mulanya, bank ini bernama PT Bank Yudha Bhakti pada 1990, kemudian pada 2015 memutuskan untuk menjadi perusahaan terbuka (go public) dengan melakukan penawaran umum perdana (IPO).

Lalu, pada 2019, perseroan menggandeng  PT Akulaku Silvrr Indonesia, entitas terafiliasi Grup Alibaba, sebagai pemegang saham baru melalui Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD). Lalu, di tahun 2020, bertransformasi menjadi bank digital dan berganti nama menjadi PT Bank Neo Commerce Tbk.

Hingga 24 Mei 2022, Akulaku SIlvrr Indonesia mengempit 25,66 saham BBYB, diikuti oleh PT Gozco Capital sebanyak 14,15 persen, lalu Yellow Brick Enterprise Ltd. sebanyak 5,17 persen, dan Rockcore Financial Technology Co. Ltd. sebanyak 6,12 persen.

BBYB telah memiliki lebih dari 16 juta nasabah per akhir kuartal I/2022. Dengan 3 juta dari jumlah tersebut merupakan pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU), Bank Neo Commerce saat ini berada di urutan terdepan dalam persaingan jumlah nasabah bank digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper