Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyesuaian Tarif Pajak: PPh Industri Pelayaran Masih Dikaji

Rencana Ditjen Pajak menggulirkan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) final terhadap industri pelayaran tahun ini sebagai strategi mengamankan penerimaan pajak belum akan terealisasikan dalam waktu dekat.

Bisnis.com, JAKARTA—Rencana Ditjen Pajak menggulirkan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) final terhadap industri pelayaran tahun ini sebagai strategi mengamankan penerimaan pajak belum akan terealisasikan dalam waktu dekat.

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan Ditjen Pajak masih membutuhkan waktu untuk mengkaji rencana tersebut. Dia mengaku rencana tersebut diperkirakan tidak akan terealisasi dalam waktu dekat.

“Kami masih mau pelajarin semua. Masih membutuhkan kajian dan itu mungkin waktunya masih panjang. Saat ini, masih mengumpulkan data. Nanti kalau waktunya pas kita buat,” ujarnya kepada Bisnis.

Dalam dokumen rapat kerja nasional 2014 Ditjen Pajak yang diperoleh Bisnis, Ditjen Pajak berencana menyesuaikan tarif PPh Final industri pelayaran dikarenakan tarif PPh Final industri pelayaran selama ini kurang memenuhi azas keadilan.

Ketentuan PPh Final industri pelayaran sendiri diatur dalam pasal 15 UU Pajak Penghasilan. Dalam pasal tersebut disebutkan industri seperti perusahaan pelayaran menggunakan hitungan perpajakan, dengan norma penghitungan khusus.

Hal itu dilakukan untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi golongan wajib pajak tertentu.

Oleh karena itu, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan norma penghitungan khusus tersebut.

Saat ini, tarif PPh final untuk perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan tarif sebesar 1,2% atas omzet, dengan dasar hukum antara lain Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 416/KMK.04/1996 dan Surat Edaran (SE) 29/PJ.4/1996.

Sementara, tarif PPh final untuk perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri dikenakan tarif 2,64% atas omzet.

Adapun, dasar hukum yang digunakan antara lain KMK No. 417/KMK.04/1996 dan SE 32/PJ.4/1996.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai pajak final memang biasa dilakukan terhadap sektor-sektor yang sulit dihitung pajaknya.

Menurutnya, untuk saat ini, industri pelayaran masih cocok dikenakan pajak final.

"Saya kira industri pelayaran masih memerlukan pajak final. Apabila memang mau direvisi, mungkin dari segi tarifnya. Saya kira naik 1% tidak masalah, saya lihat industrinya juga mulai berkembang," ujarnya ketika dihubungi.

Meski demikian, Yustinus berharap pajak final tidak lagi menjadi andalan pemerintah dalam menggenjot penerimaan pajak.

Menurutnya, kontribusi penerimaan pajak dari PPh final terhadap total penerimaan dari PPh nonmigas terus meningkat beberapa tahun terakhir ini.

Dia berpendapat menguatnya kontribusi penerimaan pajak dari pajak final mencerminkan lemahnya effort dari otoritas pajak selama ini dalam menggenjot penerimaan pajak di luar pajak final. Bahkan, lanjutnya, prinsip keadilan bagi tiap wajib pajak kian memudar.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla melalui otoritas fiskal, tidak lagi menambah objek pajak yang dikenakan pajak final ke depannya.

Bahkan, dia berharap objek pajak, seperti sektor konstruksi mulai dikenakan pajak umum dari sebelumnya pajak final.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper