Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Yakin Ekonomi 2016 Membaik

Reformasi struktural seperti pengalihan subsidi BBM, percepatan perizinan investasi, deregulasi serta pembangunan infrastruktur, merupakan sebuah optimisme untuk hadapi perekonomian tahun depan
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kiri) dan Deputi Gubernur Ronald Waas (kanan) usai Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia/Antara
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kiri) dan Deputi Gubernur Ronald Waas (kanan) usai Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia meyakini kondisi perekonomian Indonesia pada 2016 akan lebih baik dibandingkan tahun ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan kondisi perekonomian tahun depan yang membaik tidak terlepas dari upaya pemerintah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi dan melakukan reformasi struktural.

"Reformasi struktural seperti pengalihan subsidi BBM, percepatan perizinan investasi, deregulasi serta pembangunan infrastruktur, merupakan sebuah optimisme untuk hadapi perekonomian tahun depan," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia telah menunjukkan perbaikan. Hal itu dilihat dari sisi moneter dan fiskal yang membaik.

Dari sisi fiskal, lanjutnya, pemerintah sudah meminimalisir belanja. Dari sisi moneter, Bank Sentral secara konsisten menjaga agar inflasi dan current accoun deficit (CAD) rendah dan terkendali.

"Kita lihat 2013-2014 inflasi ada di atas 8% dan sekarang inflasi di 2015 di akhir tahun akan di bawah 4%. Kita juga lihat di tiga tahun terakhir, ada defisit yang besar, pernah sampai US$29 miliar dan 2015 diprediksi US$18 miliar," ucap Agus.

Kendati demikian, ada tiga kondisi global yang masih perlu diwaspadai dan berdampak pada perekonomian Indonesia.

Pertama, pertumbuhan ekonomi China yang biasanya di atas 10% turun ke 7% dan bahkan diprediksi hanya tumbuh 6,3%.

"Harga komoditi mentah dunia yang anjlok juga mempengaruhi ekonomi Indonesia. Terlebih, Indonesia masih bergantung pada ekspor komoditi mentah," katanya.

Selain itu, rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika atau Fed Fund Rate (FFR) juga membawa tekanan bagi perekonomian dunia terutama bagi negara berkembang.

"Jadi dolar AS cenderung menguat itu akan membawa tekanan di dunia, selama beberapa bulan terakhir karena perbaikan ekonomi AS karena ada aliran dana di negara berkembang cenderung keluar," tutur Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper