Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menkeu: Sentimen Positif Tax Amnesty Perkuat Rupiah

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan sentimen positif para pelaku pasar keuangan terhadap program amnesti pajak memengaruhi kondisi rupiah yang menguat terhadap dolar AS.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati/Reuters-Beawiharta
Menkeu Sri Mulyani Indrawati/Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sentimen positif para pelaku pasar keuangan terhadap program amnesti pajak memengaruhi kondisi rupiah yang dalam beberapa hari terakhir menguat terhadap dolar AS.

"Sentimen dari adanya tax amnesty menimbulkan persepsi positif mengenai pengelolaan ekonomi di Indonesia," kata Sri Mulyani di Jakarta pada Kamis (29/9/2016).

Sri Mulyani menjelaskan persepsi positif atas program amnesti pajak telah mempengaruhi masuknya dana repatriasi dan kondisi ini menyebabkan penguatan rupiah serta menimbulkan harapan bahwa situasi di Indonesia cukup baik untuk melakukan investasi.

Meskipun demikian, Menkeu memastikan pemerintah akan terus memantau pergerakan mata uang domestik karena kondisi ini bisa berdampak kepada keseluruhan postur penerimaan ataupun belanja yang telah direncanakan dalam APBN.

"Kita mengelola saja, karena kalau ada perbaikan nilai tukar berarti ada pengaruh ke APBN, meski daya beli masyarakat membaik karena ekspektasi inflasi rendah, namun penerimaan migas akan menurun. Kita melihat positif maupun negatifnya dan menjaga APBN sampai akhir tahun," kata Menkeu.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan penguatan rupiah juga diperkirakan terjadi karena faktor eksternal berupa debat calon Presiden AS yang memberi nuansa lebih positif kepada suasana pasar finansial.

Namun, menurut dia, faktor amnesti pajak yang diiringi oleh membaiknya kondisi fundamental perekonomian nasional lebih dominan untuk menyumbang penguatan rupiah, hingga saat ini berada pada kisaran Rp12.900 per dolar AS.

"Faktor domestik yang positif ini akan lebih kuat dan membuat rupiah makin apresiatif, apalagi ekonomi Indonesia terus recover," kata Perry.

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore, bergerak melemah sebesar 19 poin menjadi Rp12.963 per dolar AS, dibandingkan dengan sebelumnya di posisi Rp12.944 per dolar AS.

"Nilai tukar rupiah bergerak melemah terhadap dolar AS namun masih terbatas, sebagian pelaku pasar melakukan aksi ambil untung setelah mata uang domestik pada hari sebelumnya mengalami kenaikan," kata pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova.

Rully menambahkan bahwa aksi pelaku pasar itu mengantisipasi data ekonomi domestik yang sedianya akan dirilis pada awal pekan depan. Salah satu data yang menjadi fokus pasar, yakni inflasi September 2016.

"Diperkirakan inflasi masih berada di level rendah, data yang sesuai perkiraan dapat mendorong rupiah kembali terapresiasi," tuturnya.

Di sisi lain, lanjut Rully, uang tebusan dari program amnesti pajak yang terus meningkat juga masih menjaga pergerakan nilai tukar domestik, sehingga tidak mengalami tekanan lebih dalam terhadap dolar AS.

Dari faktor eksternal, data produk domestik bruto (PDB) dan klaim pengangguran AS yang akan dirilis menjadi perhatian pelaku pasar keuangan. Data itu akan memberi sinyal bagi bank sentral dalam menaikan suku bunga acuan AS.

"PDB yang tumbuh serta peningkatan lapangan kerja akan berpotensi mendorong The Fed menaikan suku bunga lebih cepat," kata Rully.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper