Bisnis.com, JAKARTA - Cadangan devisa Indonesia kembali terkuras sebesar US$4,2 miliar atau Rp67,5 triliun menjadi US$136,2 miliar atau setara dengan Rp2.189,9 triliun (kurs Rp16.078 per dolar AS) pada akhir April 2024.
Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa per April 2024 turun posisi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$140,4 miliar atau Rp2.257 triliun.
Berdasarkan data yang dirilis BI, tren penurunan cadangan devisa RI telah terjadi sejak awal 2024, meski sempat mengalami kenaikan pada periode akhir 2023.
BI mencatat posisi cadangan devisa Indonesia senilai US$146,4 miliar pada akhir 2023. Posisi tersebut melonjak jika dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 yang sebesar US$138,1 miliar.
Namun, posisi cadangan devisa RI sempat mengalami penurunan pada akhir Januari 2024, yakni US$145,1 miliar. Posisi tersebut turun tipis jika dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023 yang sebesar US$146,4 miliar.
BI selanjutnya melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2024 mencapai US$144,0 miliar. Posisi cadangan devisa ini mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi pada akhir Januari 2024 yang sebesar US$145,1 miliar.
Baca Juga
Cadangan devisa adalah aset tersedia di bawah kontrol Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Salah satu fungsi Cadev oleh BI adalah menjaga nilai tukar rupiah.
Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan bahwa penurunan ni utamanya disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
“Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah,” katanya melalui siaran pers, Kamis (7/3/2024).
Tren penurunan cadangan devisa terus terjadi hingga akhir Maret 2024. BI melaporkan cadangan devisa RI berada pada posisi US$140,4 miliar atau anjlok hampir US$4 triliun menjadi US$144,0 miliar pada Februari 2024.
BI menyatakan penurunan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh sejumlah hal, di antaranya pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Lalu, antisipasi kebutuhan likuiditas valas korporasi dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujar Erwin Haryono.
Erwin menambahkan Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Puncaknya, cadangan devisa Indonesia terkuras hingga menjadi US$136,2 miliar pada akhir April 2024. Posisi tersebut kembali mengalami penurunan sebesar US$4,2 miliar dari US$140,4 miliar pada akhir Maret 2024.
Dengan demikian, secara kumulatif atau total cadangan devisa yang sudah terkuras sebesar US$10,2 miliar atau setara dengan Rp160 triliun sejak awal tahun hingga saat ini atau Januari-April 2024.
Direktur Departemen Komunikasi BI Fadjar Majardi menyampaikan bahwa penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Upaya stabilisasi nilai tukar rupiah tersebut seiring dengan dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
"Posisi cadangan devisa pada akhir April 2024 masih setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah," imbuhnya.
Anjloknya posisi cadangan devisa Indonesia pada April 2024 ternyata sesuai dengan ramalan ekonom. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan cadangan devisa pada April 2024 akan mencapai kisaran US$136 miliar hingga US$138 miliar.
Menurutnya, cadangan devisa Indonesia ke depan pun masih berpotensi mengalami penurunan seiring dengan situasi geopolitik di Timur Tengah yang dinilai akan tetap berisiko menekan nilai tukar rupiah.
“Jadi BI [Bank Indonesia] masih akan korbankan cadev [cadangan devisa] untuk membuat rupiah lebih stabil. Faktor lain adalah belum jelasnya kapan Fed turunkan suku bunga,” katanya kepada Bisnis, Minggu (5/5/2024).
Selain itu, Bhima mengatakan, perekonomian China dan Jepang yang memburuk juga akan menimbulkan kekhawatiran gejolak negara mitra ekspor.
“Kalau ekspornya tertekan, khususnya komoditas, maka cadangan devisa diperkirakan masih akan terkoreksi juga,” jelasnya.