Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Perbedaan Harga Minyak Dunia dan Asumsi Makro APBN 2018, Ini Komentar ESDM

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengkaji kemungkinan adanya perbedaan antara asumsi harga minyak dan realisasinya yang jauh berbeda.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar (dari kiri) didampingi oleh Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dan Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menjawab pertanyaan wartawan dalam Bincang Santai Sub Sektor Minyak dan gas Bumi di Jakarta, Senin (16/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar (dari kiri) didampingi oleh Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dan Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menjawab pertanyaan wartawan dalam Bincang Santai Sub Sektor Minyak dan gas Bumi di Jakarta, Senin (16/4/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengkaji kemungkinan adanya perbedaan antara asumsi harga minyak dan realisasinya yang jauh berbeda.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan pihaknya tetap menyerahkan kondisi harga minyak terkini dan asumsi makro APBN 2018 kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Sedang kami cermati, nanti tanya Bu Menkeu [Sri Mulyani Indrawati]," ujarnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (22/5/2018).

Asumsi harga minyak yang ditetapkan dalam UU APBN 2018 sebesar US$48 per barel. Sementara itu, harga minyak WTI telah melewati US$70 per barel dan Brent sekitar US$80 per barel.

Sebelumnya, dalam acara sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahaan Perasuransian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan akan membuat asumsi makro seperti inflasi, nilai tukar rupiah, target pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak dalam rentang yang masih dapat dijaga.

Munculnya rencana tersebut disebabkan oleh cukup terpukulnya asumsi makro pada UU APBN 2018 yang disebabkan perkembangan ekonomi global.

"Kami tidak dapat mengubah keadaan ekonomi global, tetapi kita bisa kontrol dampaknya," tuturnya.

Khusus untuk Pertamina, Sri Mulyani menjelaskan perusahaan BUMN tersebut mendapatkan tambahan biaya yang cukup besar karena harus mengimpor dengan harga yang lebih tinggi dan adanya kewajiban untuk menjual BBM dengan harga yang dipatok pemerintah, yakni untuk solar dan premium.

Terkait dengan kondisi ketahanan Pertamina dalam membeli minyak dengan harga yang menanjak, Arcandra juga mengaku masih mencermati apakah akan membebani perusahaan pelat merah tersebut.

"Kami masih mencermati," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper