Bisnis.com, JAKARTA - PT Pupuk Indonesia Holding Company mengembangkan sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing) berbasis teknologi informasi yang bisa diakses publik guna mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik.
"Kami membangun media pengaduan pelanggaran melalui anonimitas yang bisa diakses dengan menggunakan TI," kata Dirut PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Arifin Tasrif, Kamis (18/12).
Dia menjelaskan sejak 2 tahun terakhir PIHC yang membawahi sembilan anak perusahan itu telah merintis sistem tata kelola usaha yang baik melalui pembentukan divisi GCG (good corporate governance).
Namun demikian, perusahaan tersebut baru saat ini membuat PIHC whistlebowing system berbasis TI dengan pelaporan tanpa nama yang bisa diakses tidak hanya internal, tapi juga publik, termasuk pemasok dan petani.
Publik bisa mengakses sistem pelaporan pelanggaran yang terkait dengan delapan kriteria (pelanggaran kode etik, korupsi, pemerasan, pencurian, penggelapan, benturan kepentingan, suap, dan gratifikasi yg dilarang) melalui pihclean.pupuk-indonesia.com.
"Kami berharap sistem ini bisa tidak menjadi sarana saling teror dan mencari-cari kesalahan," ujar Arifin.
PIHC membawahi sembilan anak perusahaan, lima diantaranya adalah produsen pupuk (PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Pupuk Petrokimia Gresik (PKG), PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT Kujang Cikampek (PKC), dan PT Pupuk Iskandar Muda) dan empat anak perusahaan pendukung di bidang rancang bangun (PT Rekayasa Industri), perdagangan (PT Mega Eltra), serta PT Pupuk Indonesia Logistik, dan PT Pupuk Indonesia Energi.
Sementara itu, Komisaris Utama PIHC, Rusman Heriawan, menambahkan selama ini induk BUMN pupuk itu telah menerima sistem pelaporan secara manual, baik berupa surat maupun pesan singkat (sms), dan telepon, hanya kini berbasis TI.
Namun, dia berpesan agar tidak semua sistem pelaporan pelanggaran yang diterima hanya melalui TI, karena banyak petani belum memiliki akses TI, sehingga secara pararel diharapkan sistem tersebut masih menerima pengaduan via "Pengaduan via sms, telepon dan surat diharapkan bisa ditampung, karena banyak petani belum punya akses internet," kata mantan wakil menteri pertanian itu.
Direktur Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hadir pada peluncuran PIHC Whistleblowing (WBS), Eko Marjono, berpesan agar sumber daya yang ada dalam pengelolaan pelaporan menseleksi secara ketat pengaduan yang masuk dan hanya menanggapi pelaporan yang berkualitas.
"Tidak semua pelaporan itu bagus dan substansinya bisa ditindaklanjuti," katanya.
Berdasarkan pengalaman KPK menerima lebih dari 7.000 pelaporan pelanggaran per tahun, ia menyarankan agar pengaduan yang disertai bukti-bukti pendukung saja yang ditindaklanjuti.