Bisnis.com, PADANG - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Sumatra Barat menyatakan sekitar 10 BPR di daerah tersebut dalam kondisi kesulitan modal, sehingga terancam dijual untuk penyelamatan.
Sekjen Perbarindo Sumbar Yerismal menyebutkan asosiasi sudah meminta pemegang saham untuk menambah modal BPR, agar tetap mampu bersaing di industri perbankan daerah. Namun jika penambahan modal sulit dilakukan, opsi penjualan BPR mutlak dilakukan.
"Kami upayakan jangan sampai ditutup. Kalaupun pemegang saham kesulitan menambah modal, solusi berikutnya dijual," katanya kepada Bisnis.com, Minggu (1/2/2015).
Dia mengkhawatirkan jika sampai ditutup, dampaknya menimbulkan ketidakpercayaan nasabah terhadap manajemen BPR lainnya.
Padahal, tidak semua BPR berada dalam kondisi kesulitan manajemen.Dia menyebutkan BPR yang berada dalam krisis modal tersebut umumnya hanya memiliki aset di bawah Rp5 miliar.
Krisis modal BPR itu, katanya, disebabkan minimnya tenaga profesional, kreatifitas yang kurang dalam menggaet nasabah, serta pasar yang sudah jenuh. "Kondisinya serba sulit, mati juga tidak mau. Berkembang juga susah karena terbatasnya modal," ujarnya.
Yerismal mengatakan ketatnya tekanan di industri perbankan sepanjang tahun ini masih akan membuat kinerja BPR Sumbar belum optimal.
Perbarindo hanya menargetkan pertumbuhan rerata 102 BPR Sumbar pada kisaran 15%.Masih rendahnya harga komoditas pertanian untuk karet dan sawit di pasar global menjadi pendorong rendahnya kinerja BPR.
Tahun lalu, rasio kredit macet atau (non performing loan/NPL) bahkan mencapai 8%, di atas ambang batas yang ditetapkan regulator 5%.
Tahun ini, kondisi serupa masih mengintai. Apalagi, belum ada kepastian harga komoditas petani bisa menanjak di pasar dunia.
"Kalau harga-harga produk pertanian masih rendah, kinerja BPR tetap sulit. Karena BPR umumnya di daerah pedesaan dan sangat bergantung kepada petani sebagai nasabah," katanya.