Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RELAKSASI NPF, Laba Multifinance Terancam Susut

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia menyatakan relaksasi non performing financing yang diatur Otoritas Jasa Keuangan berpotensi menggerus laba multifinance.
Sekretaris Jenderal APPI Efrinal Sinaga. /Bisnis.com
Sekretaris Jenderal APPI Efrinal Sinaga. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia menyatakan relaksasi non performing financing yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpotensi menggerus laba multifinance.

Sekretaris Jenderal APPI Efrinal Sinaga mengatakan perubahan formula pencadangan pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) tersebut akan meningkatkan kualitas perusahaan namun berpotensi menurunkan laba.

“Aturan ini bagus untuk kualitas perusahaan pembiayaan tetapi konsekuensinya ada cadangan yang harus disiapkan sehingga berpotensi menurunkan pendapatan,” katanya seperti dikutip Bisnis Indonesia, Senin (10/8/2015).

Sebelumnya, multifinance diminta mencadangkan minimal 2,5% dari pembiayaan yang dilakukan nasabah untuk segmen sewa guna usaha dan 5% untuk segmen pembiayaan konsumen sebagai cadangan kerugian.

Namun, adanya poin relaksasi NPF dalam 35 paket stimulus OJK untuk mendorong perekonomian tersebut mengubah formula cadangan berdasarkan tingkat kolektibilitas multifinance yang bersangkutan.

Dalam aturan itu, dijelaskan Efrinal, kolektibilitas dibagi menjadi lima tingkatan, mulai dari lancar sampai tidak lancar. Tingkatan sangat lancar dan tahapan berikutnya berturut-turut 1%, 5%, 15%, 50% dan 100%.

Dia mengatakan perusahaan pembiayaan hanya dikenai cadangan 1% dari pembiayaan dengan catatan keterlambatan pembayaran cicilan yang dimaklumi adalah selama 30 hari.

Adapun, kategori macet atau tidak lancar harus mencadangkan 100% dari pembiayaan dengan catatan keterlambatan telah melewati 90 hari.

“Jadi tergantung kondisinya. Untuk perusahaan yang macet ya harus mencadangkan 100% dari pembiayaan. Adapun saat ini booking turun, pendapatan turun, sedangkan biaya tetap naik. Bisa menurunkan laba,” ujarnya.

Meski demikian, dia mengatakan perusahaan masih bisa mengkonversi pencadangan tersebut menjadi laba apabila pembiayaan bermasalah tidak menggangu piutang pembiayaan.

Aturan tersebut wajib dilakukan perusahaan multifinance pada November 2015 atau setahun setelah POJK No.29/POJK.05/2014 disahkan.

Dia mengatakan kebijakan ini akan membuat multifinance semakin prudent dalam memberikan pembiayaan. Untuk multifinance yang melakukan joint financing dengan perbankan, dia mengatakan kualitas yang diharapkan bisa sejalan.

“Dengan begitu akan menguntungkan juga sehingga bank akan memberikan plafon lebih rendah. Apalagi aturan ini mirip dengan yang ditawarkan perbankan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper